TEMPO Interaktif, Jakarta - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar menilai kerusuhan yang terjadi di Lembaga Permasyarakatan Salemba Kelas IIA, Jakarta Pusat, Selasa kemarin, 12 Juli 2011, merupakan hal yang lumrah. “Biasalah, ada gesekan-gesekan salah paham,” kata Patrialis saat ditemui di Kejaksaan Agung, Rabu, 13 Juli 2011.
Keributan disulut oleh pertikaian “kelompok” Palembang dan kelompok Ambon. Semula, Fani dan Alfian dari kelompok Palembang sedang membahas utang-piutang di dalam sel nomor A310 Blok A.
Tiba-tiba, Dominggus dari kelompok Ambon memanggil Fani agar keluar dari selnya. Namun, Fani dicegah Alfian. Setelah itu, Dominggus yang tersulut emosi mulai tak sabar. Ia pun berteriak-teriak minta Fani turun.
Teriakan Dominggus memantik kedua kubu bertarung. Akibatnya, Andika, dari kelompok Ambon, menjadi korban. Ia terkena pukul di bagian kepala. Pihak LP pun kemudian mengamankan Fani dan Alfian ke ruang Kepala Sub Keamanan.
Menurut Patrialis, keributan semacam itu bisa terjadi akibat daya tampung LP yang tidak memadai. Ia mencontohkan LP Salemba yang ditinggali lebih dari 800 narapidana, padahal daya tampungnya hanya 300 orang. Itulah mengapa, kata dia, Direktorat Jenderal Permasyarakatan memandang perlu sejumlah langkah taktis diambil.
“Sekarang Direktur Jenderal Permasyarakatan sedang memikirkan hendak ke mana mereka (narapidana) dibawa. Apakah mereka akan diungsikan sebagian karena tidak mungkin lagi mempertahankan jumlah napi saat ini,” ujarnya. “Ini sedang kami kaji.”
Adapun untuk rencana jangka panjang, Patrialis mengungkapkan pihaknya segera akan meresmikan 6 gedung baru yang akan berfungsi sebagai LP, dengan kapasitas 400-500 narapidana tiap gedungnya.
Sedangkan dalam beberapa tahun mendatang, ia memproyeksikan 26 LP baru bisa dibangun, dengan 2 di antaranya berlokasi di Bogor, Jawa Barat. “Pembangunannya nggak bisa sekaligus. Pertama karena waktu, yang kedua karena masalah keuangan. Kan yang dibangun banyak,” kata Patrialis.
ISMA SAVITRI