TEMPO Interaktif, Makassar -Sebanyak tiga tikar ukuran 2x3 meter dibentangkan di teras kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Makassar. Ketiga tikar berwarna-warni tersebut dijadikan sebagai tempat tidur para pedagang pisang epe Pantai Losari. "Wakil kami tidak lagi peduli terhadap aspirasi masyarakat kecil. Jadi kami harus bermalam dan terus berada di kantor ini sampai aspirasi kami diterima," kata seorang pedagang pisang bakar khas Makassar, Maemuna, 38 tahun, di kantor Dewan, Rabu, 4 April 2011.
Sebanyak 60 pedagang pisang epe berharap agar Dewan bisa menjadi penyambung lidah kepada pemerintah kota. Air mata ibu dua anak itu berceceran membasahi pipinya. Dengan lantang dia menyatakan tidak mau dipindahkan dari tempatnya berjualan. "Kami hidup dari hasil jualan pisang epe. Dari hasil jualan ini saya juga bisa sekolahkan dua anakku," katanya.
Para pedagang ini sejak Selasa sekitar pukul 09 pagi mendatangi kantor Dewan. Namun kedatangan mereka tidak dihiraukan oleh anggota Dewan. Karena tidak ada satu pun anggota Dewan yang datang menemui mereka, Maumuna bersama pedagang lainnya memutuskan untuk bermalam di kantor tersebut. "Tak peduli banyak nyamuk, kami tetap bermalam di sini. Tuntutan kami belum diterima," ujarnya.
Pedagang ini didampingi oleh Partai Rakyat Demokratik (PRD) dan Serikat Rakyat Miskin Indonesia. Mereka mendesak dewan dan walikota makassar untuk segera mengembalikan para pedagang ini di tempat jualan semula yakni pantai Losari.
Pemerintah kota merelokasi para pedagang pisang epe Losari ini ke beberapa tempat seperti Lorong Maipa, dekat hotel Aria duta, Durian, dan Madukeleng. Namun tempat baru tersebut menurut Usman, pedagang lain, tidak strategis untuk berjualan. "Selama satu minggu kami menjual di lorong-lorong yang ditunjukkan walikota, tidak ada pembeli," kata Usman.
Ketua PRD Makassar, Arham Tawarrang mengatakan, awalnya Dewan sudah mengeluarkan keputusan bahwa pedagang bisa kembali berjulan di pantai losari. Namun keputusan Dewan itu berbeda dengan keputusan walikota Makassar. "Pemerintah kota memutuskan tidak menginginkan adanya penjual pisang epe di sekitar pantai," kata Arham.
Wahida, Ketua SRMI Sulawesi Selatan, lalu mengamuk di kantor Dewan. "Dari kemarin kami di sini belum juga diterima," kata Wahida.
Ia lalu membanting tempat sampah yang ada di lorong kantor itu. Sedangkan para pedagang mengambil panci dan penutupnya yang digunakan memukul tembok gedung itu. Kegaduhan itu membuat anggota Dewan, Yusuf Gunco, keluar dari ruangannya.
Yusuf langsung memperlihatkan kertas putih yang isinya memberikan jaminan kepada penjual pisang epe untuk tetap berjualan di pantai, dan meminta polisi pamong praja tidak melakukan penggusuran. "Ini berdasarkan hasil rapat gabungan komisi bidang pemerintahan. Jadi kami tetap perjuangkan kalian," kata Yusuf. "Persoalannya sekarang ada di walikota. Jadi silahkan temui pak wali."
Pedagang pun bubar, tapi belum ada kepastian apakah mereka bisa membuka lapaknya di Losari lagi.
SAHRUL