Menurut dia, pementasan teatrikal itu bukan pertama kalinya. Performance art ini pernah dipertontonkan beberapa kali di sejumlah event. Di antaranya di acara ulang tahun Persatuan Wartawan Indonesia dan di pusat perbelanjaan di Kota Tasikmalaya. Namun, belum pernah mendapatkan masalah. “Mungkin ini karena dipentaskannya di acara partai,” ujar Tatang.
Tatang menceritakan pertunjukan itu digelar sekitar pukul 08.30 WIB, sebelum acara pembukaan milad PKS dimulai. Pementasan itu dilakukan di pelataran parkir Gedung Olahraga Dadaha. Tujuannya untuk menarik massa atau simpatisan dan kader PKS yang masih di luar.
Pementasan berdurasi selama 10 menit itu ingin menyampaikan pesan bahwa meski berbeda suku bangsa, namun tetap satu Indonesia. Oleh karena itu, pertunjukan yang disuguhkan merupakan kolaborasi antara perkusi dengan tarian. Alat musik perkusi yang digunakan dari barang bekas, seperti drum, botol, dan yang lainnya. Sementara itu, tarian yang ditampilkan di antaranya tarian saman, jaipong dan tarian betawi.
Sesuai dengan konsep pementasan yang ingin disampaikan, pergelaran teater itu dilakukan di atas kain berwarna merah putih berukuran 2x6 meter. Kain itu dijadikan panggung dan pembatas antara penonton dengan pemain. Di atas kain ini delapan penari remaja putri menunjukkan kebolehan tariannya. “Kami hanya merepresentasikan keragaman budaya yang ada di Indonesia,” ujar Tatang.
Namun, 30 menit usai pementasan mereka langsung dipanggil polisi. Seluruh awak teater yang berjumlah 20 orang dipanggil untuk datang ke kantor polisi. Alasan pemanggilan itu karena pementasan itu dianggap telah melakukan pelecehan terhadap bendera atau lambang negara. “Di kantor polisi kami ditanya maksud dan tujuan pementasan, kalau memang kami dianggap menghina lambang negara saya mohon maaf kepada seluruh bangsa ini, ” ujarnya.
Hingga saat ini, seluruh pemain masih berstatus saksi. Polisi belum menetapkan tersangka dalam kasus ini.
SIGIT ZULMUNIR