Koordinator Forum Komunikasi LSM Jember Bambang Irawan mengatakan, pembelian iPad yang menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2011 tersebut adalah bentuk penghaburan uang rakyat.
Harga setiap unit iPad senilai Rp 10 juta juga dinilainya berlebihan. Apalagi seluruh runagan di DPRD Jember sudah dilengkapi fasilitas jaringan koneksi internet berupa Wi-fi.
”Gaji sebagai anggota DPRD sudah cukup untuk beli laptop sendiri. Tidak perlu lagi diberikan fasilitas berupa iPad,” kata Bambang, Rabu, 20 April 2011.
Bambang meragukan anggota DPRD Jember memanfaatkan iPad tersebut untuk kepentingan tugasnya. Apalagi dengan dalih untuk meningkatkan kinerja sebagai wakil rakyat.
Untuk memaksimalkan fungsinya, setiap Komisi di DPRD Jember sudah ada staf ahli yang bertugas memberikan pendampingan dalam menyelesaikan masalah yang dikerjakan.
”Jadi, selain menghamburkan uang, mengada-ada, juga tidak masuk akal. Apalagi banyak anggota DPRD yang masih gaptek alias gagap teknologi,” ujar Bambang.
Itu sebabnya, Bambang meminta pembelian iPad itu dibatalkan. Anggarannya akan lebih bermanfaat digunakan untuk kepentingan rakyat, seperti perbaikan sekolah yang rusak, bantuan kelengkapan sarana pendidikan dan kesehatan yang dalam APBD nilainya masih kecil.
Sekretaris Kabupaten Jember Sugiarto ketika dimintai komentarnya mengatakan, pembelian iPad sudah disepakati Tim Anggaran Pemerintah Kabupaten dan Panitia Anggaran DPRD. Anggarannya dimasukkan dalam Pos Anggaran Sekretariat DPRD.
”Sekretariat Dewan yang mengusulkan pembeliannya berdasarkan masukan atau usulan para anggota DPRD,” kata Sugiarto menjawab pertanyaan Tempo.
Ihwal tuntutan agar pembelian iPad itu dibatalkan, menurut Sugiarto diserahkan keputusannya kepada Sekretariat DPRD dan anggota DPRD. ”APBD sudah disahkan. Bagaimana realisasinya tergantung anggota DPRD dan Sekretariat DPRD.
Berdasarkan data Tempo, seluruh anggota DPRD Jember periode 2004-2009, mendapatkan fasilitas laptop.
Laptop merk Acer tipe Travelmate 4152 NLMI yang dibeli tahun 2005 itu harganya Rp 15 juta per unit. Total anggaran yang dihabiskan saat itu Rp 675 juta.
Berbagai kalangan, saat itu, juga memprotesnya. Tapi, dengan dalih untuk meningkatkan kinerja anggota DPRD, pembelian laptop tak bisa dihentikan.
Sekretariat DPRD pun beralasan, setiap anggota DPRD akan mengembalikan laptop tersebut setelah masa jabatannya berakhir. Bahkan diberi tenggat waktu paling lambat Oktober 2009.
Namun kenyataannya sesuai penelusuran Tempo saat itu, banyak laptop anggota DPRD yang dianggurkan begitu saja. Bahkan dipinjamkan kepada anak dan cucu anggota DPRD. Padahal, untuk bisa menggunakan perangkat canggih tersebut, anggota DPRD menjalani pelatihan dengan biaya yang besar.
Ketika masa jabatan mereka berakhir, dari 45 anggota DPRD yang menerima laptop, hanya 12 orang yang bersedia mengembalikannya.
Seorang anggota DPRD periode 2004-2009 mengatakan sekitar 20 unit laptop sudah lenyap karena berpindah tangan ke orang lain. "Sekretariat DPRD tidak serius menagihnya. Mungkin karena sungkan atau takut," tutur mantan legislator dari Partai Kebangkitan Bangsa yang enggan disebut jati dirinya itu. MAHBUB DJUNAIDY.