TEMPO Interaktif, Jakarta - Terdakwa kasus terorisme, Abu Bakar Ba'asyir, menerbitkan buku, judulnya Seruan Tauhid di Bawah Ancaman Mati. Menurut Direktur Jamaah Ansharut Tauhid Media Center, Sonhadi, buku setebal 152 halaman itu merupakan keberatan (eksepsi) Ba'asyir terhadap dakwaan jaksa. Eksepsi itu telah disampaikan dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 24 Februari lalu.
"Kami menyebutnya buku putih Ustad Abu," kata Sonhadi saat dihubungi Senin, 18 April 2011 kemarin. "Ditulis Ba'asyir selama di tahanan."
Melalui bukunya, Ba'asyir merefleksikan perjalanannya menegakkan tauhid di Indonesia yang dinilainya dibayang-bayangi ancaman mati. Sonhadi mengatakan buku itu berisi tadzkirah (nasihat) Amir Jamaah Ansharut Tauhid tersebut kepada penguasa, kaum muslimin, dan non-muslim di Indonesia. Ba'asyir meminta semua pejabat negara yang beragama Islam memahami tauhid secara benar. Pejabat juga diminta mengatur negara dengan syariat Islam jika ingin rakyat hidup tenteram dan damai. "Jika tidak menegakkan syariat Islam, konsekuensi hukumnya adalah murtad," ujar Sonhadi.
Sonhadi menuturkan, buku itu juga berisi penjelasan syar'i (ilmu agama) perihal i'dad atau pelatihan militer di Aceh. Ba'asyir, dalam kasus terorisme, dituduh menjadi dalangnya. Ba'asyir, menurut Sonhadi, menganggap bahwa pelatihan militer di Aceh merupakan i'dad yang diperintahkan Allah.
Jamaah Ansharut Tauhid Media Center sempat menggelar diskusi membedah buku ini di Gedung Joang 45, Ahad lalu. Pembicaranya antara lain Sonhadi, Mahendradata (pengacara Ba'asyir), pengamat intelijen Wawan H. Purwanto, dan Sekretaris Jenderal Forum Umat Islam M. Al-Khaththath.
Wawan menganggap tak ada masalah dengan terbitnya buku itu. Sebab, buku itu hanya eksepsi Ba'asyir dalam persidangan. "Eksepsi kan boleh-boleh saja. Toh, nanti hakim yang menilai," katanya.
Namun, Wawan menegaskan, di negara berdaulat, i'dad atau latihan militer haruslah mendapat izin. "I'dad tanpa izin dan belakangan diketahui dengan senjata, itu melanggar hukum," katanya. Wawan menilai, ada baiknya keinginan Ba'asyir yang dituangkan dalam buku itu disampaikan melalui cara-cara konstitusional sehingga tidak bertabrakan dengan hukum.
Adapun Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Said Aqil Siradj, memiliki pandangan yang berbeda dengan konsep jihad Ba'asyir. Menurut Said, konsep jihad tidak dapat diartikan secara tekstual. Sebab, jihad memiliki dimensi luas dan dapat dilakukan siapa pun sesuai dengan kondisi masing-masing. "Jihad tidak dengan cara kekerasan. Karena, barang siapa ingin mengajak kebaikan, hendaknya disampaikan dengan cara yang baik. Bahkan Allah berfirman, tidak ada kekerasan dalam agama," ujarnya.
Said juga menolak konsep kepemimpinan Islam sebagaimana dianut Ba'asyir. Menurutnya, pemerintahan yang dipilih rakyat merupakan pemerintahan yang sah menurut Allah. "Hukum Allah tidak sedangkal itu," ujarnya.
MAHARDIKA | MARTHA | RIKY | SUKMA