TEMPO Interaktif, Jakarta - Mantan Panglima TNI, Jenderal (Purn) TNI Endriartono Sutarto menilai Rancangan Undang-undang Rahasia Negara diperlukan. Terutama, menyangkut rencana dan aksi pemerintah dalam mempertahankan keutuhan bangsa.
"Saya menganggap masih ada hal yang perlu diklasifikasikan sebagai rahasia negara," kata Endriartono, dalam acara diskusi bertema "RUU Rahasia Negara dalam Perspektif Keamanan Nasional" di Warung Daun, Cikini, Rabu 19 Januari 2011.
Dia mencontohkan kasus yang bisa dikategorikan rahasia negara, seperti klaim Malaysia atas perairan blok Ambalat. Poin rahasia dalam kasus itu adalah dokumentasi terkait upaya dan tindakan apa saja yang dilakukan Malaysia untuk merebut Ambalat. Kemudian, apa rencana dan kapan pemerintah akan melakukan invasi militer untuk merebut kembali blok yang mengandung minyak tersebut.
Menurut Endriartono, yang terpenting adalah memberikan definisi yang relevan terhadap RUU Rahasia Negara supaya dalam penjabarannya tak melebar. Menurutnya, definisi rahasia negara adalah informasi yang apabila diketahui oleh orang atau pihak yang tidak berhak, serta dapat membahayakan keutuhan negara.
"Menurut saya, RUU yang ada sudah cocok, bagus. Saya percaya, dibuat untuk menjaga keutuhan wilayah. Tidak hanya dalam aspek kemiliteran, tetapi semua aspek yang bisa merongrong keutuhan bangsa," katanya.
Namun ada hal yang dikhawatirkan. Yakni, kata Endriartono, apabila pemerintah yang berkuasa menklasifikasikan semua hal sebagai rahasia. Kemudian menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan pemerintah saja, tanpa terkait kepentingan negara.
Anggota tim IX RUU Rahasia Negara alternatif, Jaleswari Pramodawardani mengatakan definisi rahasia negara dalam RUU yang sedang digodok pemerintah masih sangat luas. "Seharusnya definisi rahasia negara dipersempit, bukan justru informasi publik yang dibatasi," katanya.
Jaleswari mengusulkan dibentuknya Dewan Informasi Strategis, yang fungsinya untuk menyaring hal-hal mana saja yang bisa disebut rahasia negara dan manakah hal yang bukan rahasia Negara.
HAMLUDDIN