Dijelaskan, becak motor kerap menarik tarif di bawah standar yang dipatok pengayuh becak manual. Contohnya, untuk sekali jalan dengan jarak tempuh sama, becak manual mematok tarif Rp 10.000. Tapi, becak motor menurunkan tarif menjadi Rp 7000. Akibatnya, penghasilan becak manual turun sekitar 50 persen.
Menurut Salam, sebelum betor muncul di Jombang, penghasilan pengayuh becak manual setiap hari rata-rata mencapai Rp 15.000. Namun kini menurun antara Rp 5.000 hingga 10.000. Jika sebelumnya dalam sehari uang itu bisa digunakan membeli 4 kilogram beras, kini untuk membeli 2 kilogram beras saja tak cukup.
Untuk itu, para tukang becak onthel mendesak Pemkab Jombang segera melarang betor beroperasi di tengah kota. Sebab, kata Salam, di daerah lain seperti Nganjuk dan Kediri, betor sudah dilarang beroperasi. "Setahu saya hanya Jombang saja yang ada. Mereka itu buangan dari sana (Nganjuk dan Kediri)," ujar lelaki 50 tahun itu.
Namun tudingan tukang becak onthel ini dibantah Gunaji, pengendara betor yang biasa mangkal di Simpang Tiga. Pria berkumis itu nampak akrab dengan pengayuh becak manual lain. Dia menuturkan, persaingan antar becak itu wajar. Dia juga membantah jika betor mematok tarif rendah, serta menurunkan penghasilan becak manual.
Saat bekerja, kata Gunaji, betor dan becak manual selalu berdampingan. Sejauh ini, tidak pernah terjadi gesekkan apa-apa di antara keduanya."Kami selalu bekerjasama. Kalau jaraknya jauh diserahkan kepada betor. Tapi yang dekat diambil becak manual," ucapnya.
Sayangnya, saat berunjuk rasa, tukang becak onthel ini tidak bisa bertemu dengan pejabat Dinas Perhubungan. Pengayuh Becah Onthel hanya dibuat surat untuk diteruskan ke DPRD Jombang. ."Kami diberi surat rekomendasi saja agar mencari solusi ke DPRD," kata Salam.
Mendapat surat itu, pendemo langsung bergerak ke DPRD. Sayangnya, di tempat ni, pendemo tidak ditemui wakil rakyat, karena kantor DPRD kosong melompong. "Semua anggota dewan lagi buwuh (menghadiri acara pernikahan) anak anggota lain," kata Kepala Bagian Umum Sekretariat DPRD, Lafran kepada Tempo.
MUHAMMAD TAUFIK