TEMPO Interaktif, Mojokerto - Uci Setyaningsih, 14 tahun, siswa kelas VIII Sekolah Menengah Pertama (SMP) PGRI I Kota Mojokerto, tergolek lemas di ruang kantor kepala sekolah itu di Jalan Jokotole, Kecamatan Magersari. Dia tidak sedang sakit. Namun, gadis manis itu kesurupan mahluk halus, yang biasa disebut masyarakat setempat dengan nama “Jin”.
Tubuh Uci mengejang. Mata terpejam dengan mulut terkunci rapat. Uci dikerubuti paranormal dan beberapa guru sekolah di sana. Mereka melaksanakan ritual mengusir mahluk halus yang menempel di tubuh Uci. ”Kasihan dia. Sejak bulan tujuh lalu dia sering kesurupan seperti itu. Kalau sudah kesurupan, teman-teman perempuan lainnya ketularan,” kata Sidik Hadi, Kepala Sekolah itu kepada TEMPO, Selasa (24/11).
Hari ini saja, kata dia, ada sembilan siswa perempuan yang tertular Uci. Menurut Sidik, saat pelajaran olahraga pagi tadi sekitar pukul 08.30 WIB, Uci yang memakai seragam olahraga itu mendadak diam. Dia pingsan, lalu sadar lagi. Kejadian itu berulang hingga beberapa kali. Puncaknya sekitar pukul 10.00 WIB. Mendadak satu demi satu kawan-kawan Uci ikut-ikutan kesurupan. Mereka berteriak-teriak histeris.
Siswa kesurupan pun bertambah banyak hingga mencapai sepuluh orang, termasuk Uci. Hingga siang ini, saat azan zuhur berkumandang, beberapa siswa masih belum sadarkan diri. Untuk mengatasi itu, setidaknya ada lebih dari dua dukun dikerahkan. Kepada guru, seorang siswa yang kesurupan mengaku melihat gadis buruk rupa berseragam abu-abu, khas anak Sekolah Menengah Atas (SMA) berseliweran di tangga sekolah.
“Katanya, perempuan itu wajahnya penuh darah, hancur. Dia memanggil-manggil mereka (siswi yang kesurupan) dari tangga lantai dua sekolah. Itu aneh. Kami tidak pernah melihat seperti itu,” terang Sidik dengan mimik wajah bingung.
Hal itu dibenarkan A Yani, Guru Bidang Studi Bahasa Indonesia. Menurut dia, sudah tujuh bulan ini kesurupan kerap terjadi di sekolah. Kebanyakan korbannya siswa perempuan. Kejadian itu bermula pada Juli lalu saat siswa mengikuti kegiatan Pramuka di Desa Sajen, Kecamatan Pacet. Saat itu Uci kesurupan lebih dulu, lalu menular ke beberapa teman lainnya.
Tapi, ia melanjutkan, saat itu kesurupan tidak berlangsung lama karena dukun di desa setempat bisa mengatasinya. Celakanya, tiga bulan kemudian, tepatnya pada Oktober lalu, kesurupan massal kembali terjadi di sekolah dengan korban lebih banyak. Namun masalah itu selesai setelah sekolah kembali mendatangkan dukun. Tapi pada hari berikutnya ada lagi siswa yang kesurupan.
Sejak peristiwa kedua di sekolah itu, para siswa dan guru resah. Kegiatan belajar mengajar menjadi tak tenang. Bulan ini, kesurupan kembali terjadi beberapa kali. Guru pun kebingungan.”Mulai dukun, ustadz, hingga kiai sudah kami datangkan, tapi tetap tak ada hasilnya. Kami juga sudah menggelar istighosah saban hari Sabtu, tapi tetap saja,” keluh Yani.
Yani menambahkan, hingga kini sekolah terus berupaya semaksimal mungkin mengatasi masalah kesurupan yang kerap menimpa anak didiknya itu. Kepada TEMPO, dia sempat curhat. ”Kalau mas wartawan punya kenalan dukun atau orang pintar tolong kasih tahu kami. Masalah ini sudah keterlaluan,” pungkasnya.
MUHAMMAD TAUFIK