TEMPO Interaktif, Mentawai - Pulau itu terengah-engah untuk tetap menampilkan kemolekannya di tengah prahara. Nyiur melambai menghiasi laguna berair hijau di sisi utara, sementara ombak menggulung di sisi selatan.
Pulau yang nyaris berdempetan dengan tepi barat Pulau Pagai Utara, Mentawai, Sumatera Barat itu dikelilingi hutan bakau dengan air hijau dan jernih. Mengundang pengunjung untuk bercengkrama dengan ikan-ikan kecil di sana. Jika sedang surut, perairan dangkal itu bisa dilalui dengan berjalan kaki. Saban hari, mentari memancarkan pemandangan eksotis saat tenggelam di Samudera Hindia di ufuk barat.
Nusa kecil itu bernama Tunang Siniai, bagian dari Dusun Silabu, Kecamatan Saumanganyak, Mentawai. Namun dunia lebih mengenalnya dengan Macaroni, surga para peselancar.
Majalah hobi Waves menempatkan pulau ini di posisi terhormat. Gelar itu didapat dari jejak pendapat dimana 76 persen peselancar profesional memilih Macaroni sebagai tempat selancar "paling menyenangkan" di seluruh dunia.
Lokasi yang berhadapan langsung dengan Samudera Hindia membuat gulungan ombak datang tiada henti. Tingginya mencapai lima meter, tanpa pandang musim. "Tidak ada tempat lain di Indonesia yang memiliki ombak seperti ini," kata pendiri Macaronis Resort, Mark Loughran kepada Tempo, Rabu (3/11).
Penginapannya super mewah. Memiliki delapan vila di tepi laguna yang dilengkapi pendingin udara, air hangat, televisi, telepon, dan internet. Fasilitas langka di wilayah yang tidak tersambung sinyal telepon dan jaringan perusahaan setrum. Harganya tidak tanggung-tanggung, lebih dari Rp 2 juta per orang per malam.
Kemahalan? Tidak juga. "Setiap hari rata-rata 18 tamu," katanya. Lebih dari separuh total kapasitas vila, 25 orang.
Kejuaraan Selancar Internasional pernah digelar di sana, delapan tahun silam. Rencananya, kompetisi serupa digelar Mei tahun depan oleh perusahaan raksasa selancar Rip Curl akan menggelar kompetisi serupa di Macaronis.
Namun rencana tinggal rencana. Nusa nan elok itu habis diterjang Tsunami, Senin malam pekan lalu. Seluruh vila kayu, yang mulai berdiri pada 2004, lenyap tak bersisa. Bangunan tembok bekas dapur dan rumah karyawan ikut luluh lantak.
Beruntung, 17 tamu asal Australia, Portugal, Amerika Serikat dan Brasil, plus 20 karyawan resor selamat. Sebagian besar naik ke restoran berlantai tiga. Bangunan itu tetap kokoh sampai Tempo mengunjunginya Ahad lampau. Di lantai dua meja bola sodok dan pingpong masih tergelar, dan deretan novel bahasa asing tidak tersentuh air.
Ada dua tamu yang tidak sempat naik dan terhempas ke hutan bakau. "Tapi mereka selamat," kata Yon Marjono, Manajer Macaronis.
Sementara Kapal Pesiar Freedom III dan MV Midas yang tertambat di Tanjung Goibok, 500 meter lepas pantai selatan Macaroni, bertumburan. Akibatnya Kapal Midas habis terbakar, setelah seluruh penumpangnya menceburkan diri ke laut.
Pukul 03.00, korban, yang semuanya terluka ringan itu, berjalan kaki menembus hutan bakau ke pemukiman terdekat, Dusun Silabu. Jaraknya sekitar 2 kilometer. Meninggalkan nusa yang tetap indah, meski babak belur diterjang amuk laut itu.
Mereka diobati di Sikakap, kota pelabuhan Mentawai yang berjarak tiga jam perjalanan laut dari Macaroni, sebelum diberangkatkan ke Jakarta untuk menghubungi kedutaan masing-masing. "Mereka kehilangan semuanya, cuma ada pakaian yang ada di badan," kata Yon.
Loughran masih bingung akan masa depan resor yang bernilai investasi Rp 20 miliar itu. "Kami masih mencari investor," ujarnya. Lewat situs macaronisresort.com dan Facebook, dia menggalang dana untuk membangun kembali surga peselancar itu. Dari tamu-tamu setia, baru terkumpul sumbangan sekitar Rp 75 juta.
Pria asal Tasmania, Australia yang sudah sembilan tahun tinggal di Mentawai itu optimis resornya bisa kembali kembali tegak. Terlebih, Rip Curl sudah memberi jaminan kompetisi internasional tetap digelar di sana, walau diundur satu tahun. "Macaroni sudah melekat di hati surfer dunia," katanya.
REZA M