"Kami melihat anggota DPR tidak punya sense of crisis terhadap kondisi masyarakat yang masih miskin," kata Kumba Digdowiseiso, peneliti di lembaga Economic Governance Transparency International Indonesia, dalam gelar pers bertajuk “Stop Pelesir DPR”, di Jakarta kemarin.
Koalisi tersebut gabungan dari Indonesia Corruption Watch, Masyarakat Transparansi Indonesia, Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia, Transparency International Indonesia, dan Indonesia Budget Center.
Menurut data Koalisi, anggaran untuk seluruh studi banding anggota DPR tahun anggaran 2010 (tahun kedua periode DPR 2009-2014) mencapai Rp 162,94 miliar. Jumlah itu melonjak tujuh kali lipat atau 700 persen dari anggaran DPR periode sebelumnya, yakni tahun anggaran 2005 (tahun kedua periode DPR 2004-2009), yang mencapai Rp 23,55 miliar. "DPR telah menjadikan studi banding sebagai bancakan pelesiran ke luar negeri," kata Kumba.
Menurut Kumba, studi banding selama ini tidak pernah dirasakan manfaatnya bagi masyarakat lantaran laporannya tak akuntabel. Jika hendak memperoleh referensi dan rujukan bahan pembuatan produk perundangan, kata dia, anggota Dewan tak perlu melakukan studi banding. Mereka cukup mengundang ahli-ahli yang kompeten dari luar negeri, atau mengirim staf ahli ke luar negeri.
Kepala Divisi Monitoring MAPPI Muhammad Hendra Setiawan mengakui setiap anggota Dewan memang memiliki hak melakukan kunjungan kerja ke luar negeri. Namun bukan berarti secara serta-merta mereka harus menggunakannya.
Studi banding, kata Hendra, hanya berfungsi mencari data pendukung dan sifatnya sebagai pelengkap dan penunjang pelaksanaan tugas DPR. "Dalam kasus RUU Pramuka, misalnya, DPR bisa mendatangkan kepanduan dari luar negeri, atau cukup dengan melakukan kunjungan kerja ke daerah," ujar Hendra.
Ketua DPR Marzuki Alie berkukuh bahwa setiap kunjungan kerja Dewan pasti mempunyai asas manfaat bagi fungsi kedewanan. Ia pun meminta masyarakat tak lagi mempersoalkan kunjungan atau studi banding tersebut.
"Saya kira kunjungan kerja tidak usah dipersoalkan,” kata Marzuki di gedung DPR kemarin. “Kalau angka anggarannya,” ia melanjutkan, “Saya enggak ngerti. Menurut saya, yang penting asas manfaat.
MAHARDIKA SATRIA | AMIRULLAH | DWI WIYANA