Pemanggilan sebelumnya, Rahman Halid tidak hadir karena alasan sakit. Primavision diduga melanggar hak siar Piala Dunia, karena menyiarkannya tanpa izin dari PT Eletronic City Entertainment sebagai pemilik hak siar di Indonesia. Karena itu, perusahaan ini dilaporkan ke Markas Besar Kepolisian, dan disegel pada 14 Juni.
Kepala Satuan Reserse dan Kriminal, Ajun Komisaris Besar Fajaruddin mengatakan, status Rahman Halid bisa saja menjadi tersangka apabila terbukti melakukan pelanggaran. Ia terlebih dahulu akan dimintai keterangan.
Selain Rahman, kepolisian juga memanggil Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Sulawesi Selatan untuk dimintai keterangan. "Sudah delapan saksi kami periksa, kami akan minta juga keterangan KPID untuk mengetahui sejauhmana prosedurnya," katanya.
Anggota KPID, Rusdin Tompo mengatakan keberadaan Primavision sah karena mengantongi izin rekomendasi kelayakan, sehingga dia bingung jika disebut melakukan pelanggaran.
Mengenai dugaan pelanggaran hak cipta, kata dia, belum dapat dipastikan. Ia akan mempelajari prosedur kerjasama penyiaran Piala Dunia yang dikeluarkan PT Electronic City, karena semula pihak Primavision berkeinginan menjalin kerjasama.
“Beberapa point yang disodorkan sepertinya kurang menguntungkan,” kata dia.
Misalnya, ucapnya, pihak PT Electronik City diduga tidak memberikan jaminan jika ada pihak lain yang mengambil hak siar tersebut sehingga rencana Primavision diurungkan. Kedua, harga receiver Matrix, alat yang dapat menangkap siaran Piala Dunia dari saluran televisi pemegang hak siar, meningkat drastis. Satu unit receiver seharga Rp 2,5 juta, padahal sebelumnya hanya Rp 1 juta.
"Itu informasi yang saya peroleh, makanya saya harus lihat dulu prosedur kontraknya, seperti apa isinya, dan juga saya akan datang ke Polwiltabes pada hari Kamis mendatang," katanya.
Ia menambahkan, sejauh ini ada 30 televisi berjaringan di Sulawesi Selatan dalam tahap proses mendapatkan rekomendasi penyiaran dari Komisi Penyiaran, dua diantaranya adalah Arung Palakka di Kabupaten Bone, dan M3 di Kabupaten Gowa.
ARDIANSYAH RAZAK BAKRI