TEMPO Interaktif, Yogyakarta - Perajin barang-barang dengan bahan logam di kota Yogyakarta semakin sedikit. Dari sekitar 170 perajin industri logam pada tahun 1980 an, pada 2010 ini tinggal 90 perajin saja. Penyebabnya adalah munculnya industri serupa di daerah lain, krisis moneter 1998 dan minimnya modal. Namun kini industri logam sudah mulai bergairah lagi.
“Pada era delapan puluhan ada 170 industri logam, pada 1995 hanya tinggal 40 indusrti, kini lumayan bertambah menjadi 90 industri logam yang aktif,” kata Bambang Cahyo, Ketua Asosiasi Perajin Alumunium Yogyakarta, Jumat (28/5).
Awalnya pelaku industri logam membuat barang-barang keperluan rumah tangga seperti panci, wajan dan lain-lain. Kini karena banyak perajin serupa maka dikembangkan produk dengan bahan yang sama dengan produk yang lebih menarik seperti velg sepeda motor, mobil, knalpot, silinder mesin, dan onderdil sepeda ontel tempat lilin dan lainya. Pemasarannya pun tidak hanya di Yogyakarta dan sekitarnya, melainkan sampai ke Malaysia dan Taiwan. “Tenaga kerja yang terserap di industri logam kota Yogyakarta sebanyak 1.300 orang,” kata dia.
Namun, untuk pengembangan industri logam saat ini masih terkendal modal. Suku bunga kredit dari perbankan masih tergolong tinggi yaitu di atas 15 persen. sehingga perajin yang akan mengajukan kredit harus berpikir keras bagaimana mengembalikan utang tersebut.
Ia membandingkan, para perajin usaha kecil di Cina dan Taiwan jika mengajukan kredit ke bank bunganya hanya 2 persen per tahun. Sehingga perlu adanya kebijakan khusus dari pemerintah untuk menurunkan suku bunga kredit bank kepada Industri Kecil dan Menengah.
Perhatian dari Pemerintah Kota Yogyakarta juga dinilai masih kurang dalam pemberian modal. Pada 2010 ini, Unit Pelaksana Teknis Logam hanya mendapatkan anggaran da sebesar Rp75 juta dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah .
“Dana sebesar itu sangat kecil dibandingkan drengan kebutuhan kami, uang itu habis untuk membeli bahan baku logam dan operasional saja,” kata Bambang Supriyatno, Kepala Bidang Perindustrian , Dinas Preindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Pertanian Kota Yogyakarta.
Menurut kepala Unit Pelaksana Teknis Logam Kota Yogyakarta Whisnu Sundaru pengembangan produk logam yang dihasilkan didukung dengan adanya Unit Pelaksana Teknis Logam Yogyakarta yang menyediakan berbagai layanan. Di antaranya, mesin untuk proses produksi, laboratorium material, pusat desain, pusat pembuatan cetakan, dan klinik konsultasi. “Kami terus mengembangkan jenis produk dengan melihat kebutuhan pasar,” kata dia.
MUH SYAIFULLAH