“Posisinya. Berada di level 108,03 meter di bawah permukaan laut,” kata juru bicara Perum Jasa Tirta II Jatiluhur, Atik Wahidi saat dihubungi Tempo, Ahad siang (28/3).
Padahal, pada Sabtu (27/3), posisinya masih berada di level 108,23 meter di bawah permukaan laut. “Alhamdulillah, penurunan cukup siugnifikan,” kata Atik. “Berarti dari Sabtu ke Ahad, ada penurunan sekitar 20 sentimeter.”
Padahal, kata Atik melanjutkan, pada hari-hari sebelumnya, penurunan debit air di waduk serbaguna yang berfungsi buat kepentingan pertanian, pariwisata, dan industri dan budidaya ikan jaring terapung itu, hanya mengalami penurunan sekitar tiga hingga empat sentimeter saja.
Penurunan debit yang cukup cepat itu, menurut Atik, kecuali dipicu oleh terus berkurangnya curah hujan dari wilayah Jawa Barat bagian selatan dan Purwakarta sekitarnya yang masuk ke bagian hulku Citarum dan kemudian masuk ke waduk, juga semakin lancarnya arus air di hilir Citarum yang menjadi saluran pembuangan air dari waduk.
“Jika kondisinya terus seperti ini ---curah hujan menurun dan lancarnya bagian pembuangan di hilir Citarum--- maka penyusutan debit air waduk akan lebih cepat,” tutur Atik.
Namun, meski begitu, untuk mencapai titik normal penyusutan sampai 107 meter di bawah permukaan laut, masih diperlukan yang cukup panjang. “Mungkin sekitar satu bulanan,” kata Atik.
Saat ini, kondisi air waduk yang dioperasikan pada 26 Agustus 1967 dan konstruksi tanggul bendungannya diprediksi masih kokoh sampai 300 tahun ke depan itu, masih terus melimpas di menara morning glory.
Kondisi abnormal debit air di waduk yang diberi nama waduk Ir.H Djuanda tersebut, sempat mengegerkan warga yang tinggal di sekitar waduk khusunya di Desa Cikaobandung, Kabupaten Purwakarta dan warga seluruh wilayah daerah aliran sungai Citarum yang berada di Kabupaten Karawang. Pasalnya, waduk diisukan akan segera jebol.
Jika waduk tersebut jebol, bisa berakibat sangat fatal. Volume air tampungannya yang mencapai 3,5 miliar meter kubik dipastikan bias mengkaramkan daerah yang berada di hilir sungai Citarum.
Terutama wilayah sebagian Purwakarta, Kabupaten Karawang, Bekasi, dan Jakarta. Kedahsyaratannya bisa melebihi peristiwa tsunami di bumi Nangroe Aceh Darussalam.
NANANG SUTISNA