TEMPO Interaktif, Denpasar - Kejadian tak mengenakkan mengiringi pelaksanaan Ujian Nasional (Unas) di Bali, Senin (22/3). Yakni, tertukarnya sejumlah soal yang dibagi pada beberapa SMU di Karangasem, Bali.
Kejadian itu antara lain terjadi SMA 1 Karangasem, SMA 1 Bebandem, dan SMA PGRI Karangasem. Sesuai jadwal, mata pelajaran hari ini adalah Bahasa Indonesia. Namun, para siswa di sekolah itu mendapat soal Bahasa Inggris dan Antropologi. “Seharusnya ini tidak perlu terjadi,” kata Gubernur Bali Made Mangku Pastika yang mendapat laporan mengenai itu di sela-sela peninjauan sejumlah sekolah di Denpasar.
Pemerintah Provinsi Bali tahun ini, menurutnya, telah menggelontorkan dana Rp 1,3 miliar untuk menjamin ujian nasional berlangsung lancar. Tetapi harapan itu ternoda oleh kesalahan yang cukup fatal dengan adanya kebocoran soal tersebut. Selama ini fokus petugas memang lebih pada pengamanan soal dengan pengawalan ketat dari polisi. Dia menduga kesalahan itu akibat kelalaian pihak percetakan yang tidak memasukkan soal sesuai dengan sampul amplopnya.
Akibat kesalahan itu, para siswa harus menunggu selama 25 menit untuk mendapatkan soal dari hasil fotokopian. Waktu selama 25 menit itu kemudian dikompensasi dengan perpanjangan waktu ujian agar para siswa tidak merasa dirugikan.
Kepala Dinas Pendidikan Bali Wayan Suasta menolak anggapan bahwa kejadian itu sudah bisa dinilai sebagai kebocoran soal sehingga siswa harus mengulang ujian. “Begtiu diketahui pengawas soal langsung ditarik,” ujarnya. Istilah kebocoran hanya bila ditemukan soal atau fotocopy-nya sebelum ujian dillakukan dan tanpa sepengetahuan pengawas.
Mengenai titik kelemahan yang mengakibatkan kejadian itu, Suasta menolak menduga-duga. Yang jelas percetakan soal dilakukan oleh percetakan negara di Jakarta sebagai pemenang tender dan pihaknya hanya menerima serta mengamankan distribusinya saja.
Selain laporan dari Karangasem, kejadian lain yang sempat dilaporkan adalah adanya paket soal yang hilang di SMU Santo Yoseph Denpasar. Mestinya untuk satu kelas selalu terdapat dua paket soal yang berbeda untuk menghindari terjadinya saling contek antara para siswa. Tetapi di sekolah itu terdapat dua kelas yang ternyata soalnya sama seluruhnya. “Kami putuskan tidak masalah tetapi pengawasan diperketat,” kata Suasta.
ROFIQI HASAN