TEMPO Interaktif, Pamekasan - Produksi jagung di Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur, belum mampu memberikan kesejahteraan bagi petani. Sebab, hampir 80 persen jagung yang diproduksi dihabiskan untuk pakan ternak. "Sebagian besar juga untuk dikonsumsi," kata Cacuk Wiyono Petugas PPH Dinas Pertanian Jawa Timur yang bertugas di Kabupaten Pamekasan, Senin (15/3).
Menurut Cacuk, pola pikir petani di Pamekasan memang tidak terarah pada komersialitas tanaman yang dipanen. Tapi lebih kepada pemenuhan kebutuhan pokok karena tingkat konsumsi beras jauh lebih kecil dibandingkan konsumsi beras jagung. "Jadi jagung yang ditanam sekarang disimpan untuk kebutuhan pokok sampai datang musim tanam berikutnya," ujarnya.
Data Dinas Pertanian Pamekasan menyebutkan, dalam tiga tahun terakhir produksi jagung meningkat signifikan. Pada 2006, produksi tanaman jagung hanya 87.942 ton per hektare dan tahun 2007 meningkat sebesar 96.188 ton dan pada 2008 menjadi 97.868 ton. Salah satu faktornya adalah peningkatan luas areal pertanian. Dari 1500 hektare tahun 2006 menjadi 7.500 hektare pada tahun 2008 dengan tingkat produksi mencapai 6,71 ton per hektar.
Suhairi, Ketua Kelompok Tani Tunas Jaya, Kecamatan Larangan, Pamekasan, membenarkan hal tersebut. Menurut dia, petani Pamekasan menjual jagung hanya untuk belanja dapur sekitar 1 gantang atau tiga kilogram per pekan. Selebihnya jagung digiling jadi beras dan untuk pakan ternak. "Jagung ditanam bukan untuk mengasilkan uang, tapi untuk dikonsumsi," ujarnya.
Pola pikir semacam ini, kata dia, muncul karena produksi jagung yang terbatas hanya 2 ton per hektar jika tidak diserang hama, sehingga jika dijual semua petani khawatir kesulitan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Solusinya, lanjut Suhairi, petani harus beralih menanam jagung hibrida yang panen per hektarnya bisa mencapai 6 ton. "Ini lebih ekonomis, empat ton dijual, dua ton disimpan," ujarnya.
MUSTHOFA BISRI