TEMPO Interaktif, Jakarta - Juru Bicara Wakil Presiden, Yopie Hidayat mengatakan kriminalisasi terhadap prngambilan kebijakan moneter dan ekonomi akan membahayakan negara ini di masa depan.
"Akan menimbulkan respon kebijakan tidak cepat ketika terjadi krisis," kata Yopie yang mengatasnamakan Boediono di Kantor Wakil Presiden, Kamis (10/12).
Menurut dia, kebijakan soal pemberian fasilitas jangka pendek dengan perubahan Peraturan bank Indonesia. Dia membantah, ada upaya rekayasa dalam pengambilan kebijakan itu. "Apalagi adanya korupsi," katanya. Menurut dia, perubahan Peraturan Bank Indonesia tidak hanya berlaku bagi Bank Century. "PBI itu respon kebijakan otoritas moneter atas krisis," katanya. "Jika kaku justru menimbulkan masalah besar."
Apalagi, dia melanjutkan, respon perubahan Peraturan Bank Indonesia bukan satu-satunya. "Pada kurun waktu dua bulan lebih, ada perubahan giro wajib minimum rupiah maupun valas, penurunan overnight repo, perpanjangan waktu untuk operation, pengadaan pembatasan saldo harian jangka panjang dan pendek."
Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan menemukan adanya sejumlah indikasi dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan dan penanganan penyehatan Bank Century senilai Rp 6,7 triliun. Indikasi tindak pidana ketiga adalah penyalahgunaan wewenang terkait dengan kebijakan pengucuran dana fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP), yaitu perubahan Peraturan Bank Indonesia No.10/26/PBI/2008 tertanggal 30 Oktober 2008. Menurut Peraturan Bank Indonesia tersebut, untuk memperoleh FPJP, bank harus memiliki rasio kecukupan modal (CAR) 8 persen.
Dia mengatakan dengan kriminalisasi kebijakan akan menumpulkan respon pembuat kebijakan di waktu krisis. "Bagaimana mereka beraksi saat krisis ketika melakukan kebijakan ada ancaman," katanya. Namun, jika ada tindakan diluar kebijakan, dia menegaskan pemerintah mendukung untuk diusut secara tuntas. "Namun kalau kebijakan menjadi tindakan kriminal, resiko jadi sangat besar," katanya.
EKO ARI WIBOWO