TEMPO Interaktif, Jakarta - Pemerintah didesak segera memperbaiki aturan tentang partai lokal dan nasional. Beleid yang telah ada dinilai masih sumir, saling bertentangan, serta tak menguntungkan rakyat.
"Perbaikan diperlukan karena akan bahaya jika partai lokal terus terisolasi dari sistem politik nasional," ujar pengajar Ilmu Politik Australian National University Ben Hillman saat memaparkan penelitiannya di Restoran Sate Khas Senayan Menteng, Sabtu (5/12).
Hingga kini, hanya Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang memiliki partai lokal. Dalam pemilihan umum April lalu, salah satu partai lokal, Partai Aceh, meraup 46,91 persen suara. Partai tersebut merupakan "pewaris" Gerakan Aceh Merdeka selepas perdamaian.
Masalahnya, kata mantan Dekan Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Mawardi Ismail, partai lokal tak terwakili di tingkat nasional. "Dalam undang-undang hanya disebut partai lokal bisa membuat aliansi dengan partai nasional, tapi tidak ada aturan tentang mekanismenya. Hanya diserahkan kepada partai politik," ujar pria yang juga turut serta dalam penelitian tersebut.
Menurut dia, perlu ada peraturan yang lebih jelas dan menguntungkan kedua belah pihak. Partai lokal dimintanya tak hanya diatur Undang-Undang Pemerintahan Aceh, namun juga dalam Undang-Undang Partai Politik.
Pasalnya, kepentingan rakyat Aceh terkait erat dengan politik nasional. Misalnya, implementasi perjanjian perdamaian, pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, serta pembagian pendapatan minyak dan gas.
Perbaikan aturan, ucap Hillman, juga diperlukan untuk mengantisipasi permintaan adanya partai lokal di daerah lain.
BUNGA MANGGIASIH