TEMPO Interaktif, Gorontalo – Akibat aktifitas Penambang Emas Tanpa Izin, sungai yang ada di wilayah Gorontalo menjadi tercemar. Namun penambangan liar di Gorontalo ini diakui pemerintah setempat sangat sulit diawasi.
“Kami mengalami kesulitan mendeteksi dan mengawasi penambang emas tanpa izin yang semakin meresahkan masyarakat,” kata Rugaya Biki, Kepala Bidang Pengelolaan Lingkungan pada Badan Lingkungan Hidup Riset dan Teknologi Informasi Provinsi Gorontalo, Senin (23/11).
Sejauh ini, jelas Rugaya, penambang emas tanpa izin telah memberikan dampak pencemaran lingkungan yang sangat besar terhadap sungai-sungai yang ada di wilayah itu, seperti sungai Paguyaman dan sungai Bongo. “ Kedua sungai itu sudah tercemar karena aktifitas penambang emas tanpa izin yang ada di hulu sungai, akibatnya warga yang dirugikan,” tandasnya.
Pada bulan Maret 2009 lalu, kata Rugaya, pihaknya bersama dengan Dinas kehutanan dan pertambangan tingkat Kabupaten Gorontalo bersama aparat kepolisian dan Tentara Angkatan Darat, melakukan operasi terpadu untuk menertibkan penambang emas tanpa izin di kawasan pertambangan rakyat di Desa Bumela dan Desa Bongo, Kecamatan Paguyaman.
Namun operasi itu tak menghasilkan apa-apa karena tak satupun penambang emas tanpa izin yang berhasil ditertibkan. Yang didapat hanyalah tromol-tromol yang ditinggalkan para penambang liar. Dirinya menyebutkan, dari data yang ada, jumlah penambang emas tanpa izin di Gorontalo mencapai 7.100 orang. Namun itupun data yang dimiliki pihaknya masih pada tahun 2007 lalu. Sedangkan untuk tahun 2008 dan 2009 ini, belum ada data yang pasti. “ Sebab kami masih sangat kesulitan mengawasi dan mendeteksi mereka,” tandasnya lagi.
Salah satu yang menjadi persoalan juga, kata Rugaya, pemerintah terutama dinas-dinas yang berada di tingkat Kabupaten dan bertanggung jawab terhadap wilayah administratif mereka, masih bersifat responsif jika ada persoalan mengenai penambang emas tanpa izin ini. “ Nanti ada kasus atau laporan dari warga baru turun lapangan. Jadi masih bersifat responsif,” ujarnya.
Sebelumnya, pihak Badan Lingkungan Hidup Riset dan Teknologi Informasi setempat menyatakan bahwa Sungai Paguyaman di wilayah itu tercemar oleh limbah bukan dari perusahaan pabrik gula PT Tolangohula, melainkan aktifitas penambang emas tanpa izin di hulu sungai. "Sebab dalam aktifitasnya, tromol-tromol milik penambang emas tanpa izin ini bisa menghasilkan setengah kilogram mercuri yang tercemar ke sungai dan sangat berbahaya bagi warga,” jelas Rugaya.
Pernyataan tersebut membantah tudingan warga di Desa Lakeya Kecamatan Paguyaman bahwa limbah yang tercemar di sungai tersebut berasal dari perusahaan pabrik gula PT Tolangohula. Dirinya berharap, untuk mengawasi semua aktifitas penambangan liar itu, dituntut peran aktif kepala-kepala desa dan juga warga. Agar para penambang liar tidak lagi membuat masyarakat resah.
CHRISTOPEL PAINO