“Kejaksaan melalui Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan telah mengirimkan surat kepada PN Jaksel tentang kondisi Soeharto yang masih sakit dan menurut dokter tidak bisa disembuhkan,” kata Chuck Suryosumpeno, Kepala Bidang Hubungan Media Massa Kejaksaan Agung kepada wartawan di Jakarta, Rabu (19/12) siang. Hingga saat ini, kata Suryosumpeno, belum ada jawaban dari pengadilan maupun Mahkamah Agung mengenai hal itu.
Pernyataan tersebut ditegaskan pihak Kejagung menanggapi pernyataan pihak PN Jakarta Selatan dan beberapa pengamat hukum yang menyatakan proses hukum atas perkara mantan orang nomor satu itu masih menjadi tanggungjawab kejaksaan. Dengan demikian, keputusan untuk menentukan akan melanjutkan penuntutan terhadap tersangka, yang saat ini sakit di RSUP Pertamina, atau menghentikannya, berada pada kejaksaan. Namun, Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Antasari Azhar menegaskan pihaknya tidak lagi bisa melimpahkan perkara apapun menyangkut kasus tujuh yayasan yang dipimpin Soeharto. “Coba anda tanya pada panitera di PN Jaksel. Dia lah yang tahu dan bisa memberi keterangan di mana berkas perkara itu,” ujarnya.
Sampai saat ini, kata Antasari, berkas perkara tersebut masih berada di PN Jakarta Selatan. “Jadi kita mau melimpahkan apa lagi?” tanyanya gusar kepada Tempo News Room. Mengacu pada pernyataan Antasari yang dihubunginya siang tadi, Chuck menyatakan bahwa yang bisa dilakukan pihak kejaksaan saat ini adalah mengkaji pertimbangan hukum Mahkamah Agung (MA) pada 11 Desember lalu. MA masih memerintahkan kepada Kejaksaan Agung untuk mengupayakan pengobatan terhadap Soeharto atas biaya negara.
Tim dokter yang merawat Soeharto selama ini tidak dapat disembuhkan lagi atau menderita berbagai penyakit yang permanen. “Tim dokter itu menyatakan menyerah. Ya itu yang kita laporkan,” ujar Chuck.
Mahkamah Agung dalam putusannya nomor 1846K/pid/2000 tanggal 2 Pebruari 2000 memerintahkan PN Jakarta Selatan untuk melanjutkan persidangan yang tertunda atas terdakwa H.M Soeharto jika telah sembuh. Keputusan tingkat kasasi itu juga menganulir penetapan PN Jakarta Selatan dalam sidang yang dipimpin oleh Hakim Ketua Lalu Mariyun. Majelis Mariyun menyatakan menolak berkas perkara jaksa penunutut umum dan mencoret nomor perkara dalam registrasi pengadilan. Majelis hakim menilai jaksa gagal mengajukan terdakwa dalam persidangan
Jaksa Penuntut Umum Muchtar Arifin kemudian mengajukan verzet (perlawanan) ke MA. Dengan adanya perlawanan yang diajukan pada 7 Desember 2000 itu, maka berkas perkara itu juga urung dikembalikan kepada kejaksaan. “Kalau kemudian pengadilan mengatakan bahwa kejaksaan bisa memutuskan penghentian penuntutan perkara Soeharto, mungkin mereka lupa bahwa berkas itu masih ada pada mereka. Mana mungkin kejaksaan bisa memutuskan sesuatu sementara berkasnya sudah dilimpahkan,” kilah Antasari Ashar. Ia berharap semua pihak yang sering berkomentar atas kasus ini melihat fakta itu.
Sementara itu, Kepala Humas Persatuan Jaksa Indonesia (Persaja) Soehandojo yang dimintai pendapatnya mengatakan bahwa dalam polemik atas kasus ini mestinya hakim PN. Jaksel mengambil inisiatif. Inisiatif yang dimaksudkannya adalah dengan membuka kembali sidang atas perkara tersebut dengan agenda meminta pertanggungjawaban jaksa atas perintah putusan kasasi MA untuk mengobati terdakwa. “Kalau nantinya sidang itu melihat bahwa terdakwa tidak bisa lagi disidangkan, ya harus diputuskan bahwa perkara tidak bisa dilanjutkan,” ujar mantan Kepala Humas Kejaksaan Agung itu. (Y. Tomi Aryanto)