TEMPO Interaktif, GARUT - Tenaga medis dan karyawan Rumah Sakit Umum Daerah dr. Slamet Garut, Jawa Barat mengancam akan mogok kerja jika pimpinan Rumah Sakit tidak memperbaki kinerja pengelolaan. " Kalau Direktur tidak mundur kami terpaksa akan melakukan mogok kerja,” kata Hana, Komite Medik Rumah Sakit saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu (4/11).
Ancaman itu dimulai dengan pemasangan sejumlah spanduk di beberapa titik strategis di lingkungan rumah sakit sejak Minggu (1/11) kemarin. Tulisan merah di atas kain putih sepanjang empat meter itu diantaranya, “Mosi Tidak Percaya kepada Pimpinan RSU dr. Slamet Garut” dan “Menolak Intervensi dan Dijadikan ATM Belanja oleh Pihak Mana pun”. Terdapat juga tulisan “Tolong Pemda Garut Harus Respek terhadap Manajemen Konflik yang Ada di RSU dr. Slamet”, “Usut Berbagai Kasus Korupsi, dan Jangan Main mata”.
Menurut Hana, buruknya pengelolaan dilihat dari banyaknya kebutuhan pasien yang tidak dapat terpenuhi oleh rumah sakit. Misalnya tidak adanya sebagian obat-obatan, tidak tersedianya amplop untuk hasil rontgen dan kantung plastik untuk obat di apotik. Selain itu, pekerjaan direktur pun tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. “Masa memindahkan dan memulangkan pasien seenaknya. Kan sudah ada aturannya. Dia juga selalu mengabaikan tugas bawahannya,” ujarnya.
Bupati Garut Aceng H.M Fikri, langsung melakukan inspeksi mendadak ke rumah sakit. Dia pun melakukan pertemuan tertutup dengan perwakilan karyawan di salah satu ruangan operasi. Namun Aceng, enggan berkomentar menanggapi ancaman karyawan tersebut. Begitu pula dengan Direktur RSU dr. Slamet Garut, Widjajanti Utojo. “Nanti saja yah belum beres, saya belum bisa ngomong sekarang,” ujar Aceng singkat usai melakukan pertemuan, Rabu (4/11).
Ketua Komisi D DPRD Garut, Helmi Budiman menyatakan, munculnya aksi akibat tidak adanya transparansi antara pengelola rumah sakit dengan karyawannya. Selain itu, di rumah sakit pun timbul krisis kepercayaan terhadap pemimpinnya.
Karenanya, untuk menyelesaikan masalah, pihaknya pun telah menurunkan tim untuk mengumpulkan data. Mereka juga telah memanggil pelaksana tugas Sekretaris Daerah untuk menyelesaikannya. Pemerintah diberi tenggang waktu selama lima hari sampai Senin mendatang untuk menyelesaikan kasus tersebut. “Kami tadi sampai marah-marah ke sekda, kenapa permasalahan ini bisa sampai terjadi. Makanya untuk tidak menggangu pelayanan publik kami memberinya waktu selama lima hari,” ujarnya saat dihubungi melalui telpon selulernya.
SIGIT ZULMUNIR