TEMPO.CO, Jakarta - Kelompok relawan Pasukan Bawah Tanah (Pasbata) Jokowi melaporkan Roy Suryo atas dugaan penyebaran berita bohong, karena menyebut akun Fufufafa adalah milik Wakil Presiden terpilih, Gibran Rakabuming Raka.
Sekretaris Jenderal Pasbata Jokowi, Sri Kuntoro Budianto, keberatan dengan klaim Roy Suryo bahwa 99 persen akun Fufufafa dipastikan milik Gibran. “Dia (Roy Suryo) bilang 99 persen, nah, buktinya mana bicara seperti itu? Tunjukkan dong,” ujar Budianto.
Mereka menilai, pernyataan Roy Suryo perihal kepemilikan akun Fufufafa dianggap sebagai upaya menciptakan kekisruhan. Oleh karena itu, Pasbata merasa bertanggung jawab untuk menjaga Gibran.
“Karena Mas Gibran ini lambang negara, mau dilantik. Jadi kita sebagai Pasukan Bawah Tanah Jokowi harus siap melindungi,” kata Budianto.
Budianto menyebut Gibran sebagai lambang negara. Benarkah? Lantas apa yang sebenarnya dimaksud dengan lambang negara?
Sebelumnya pada 2021, BEM Universitas Indonesia (UI) sempat dipanggil oleh Rektorat, karena mengunggah poster yang menyebut bahwa Presiden Joko Widodo adalah King of Lip Service. Rektorat beralasan Presiden adalah simbol negara.
Hal ini mendapat tanggapan dari Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menyebut klaim Rektorat Universitas Indonesia yang menyebut bahwa Presiden adalah simbol negara, adalah salah.
"Saya kira terlalu mengada-ada untuk mengatakan bahwa Presiden itu simbol. Karena tak ada dalam hukum, dalam konstitusi, istilah simbol negara, adanya lambang negara yaitu Garuda Pancasila," kata Bivitri saat dihubungi, Senin, 28 Juni 2021.
Bivitri mengatakan tak ada terminologi simbol negara dalam Undang-Undang Dasar 1945. Yang ada dalam konstitusi adalah lambang negara, yaitu Garuda Pancasila. Lambang negara itu sendiri diatur dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang negara serta Lagu Kebangsaan.
Dalam pasal 46 tertulis bahwa Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia berbentuk Garuda Pancasila yang kepalanya menoleh lurus ke sebelah kanan, perisai berupa jantung yang digantung dengan rantai pada leher Garuda, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda.
Sedangkan dalam pasal 57 memuat aturan yang tidak boleh dilakukan kepada lambang negara yakni:
- Mencoret, menulisi, menggambari, atau membuat rusak Lambang Negara dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Lambang Negara
- Menggunakan Lambang Negara yang rusak dan tidak sesuai dengan bentuk, warna, dan perbandingan ukuran
- Membuat lambang untuk perseorangan, partai politik, perkumpulan, organisasi dan perusahaan yang sama atau menyerupai Lambang Negara
- Menggunakan Lambang Negara untuk keperluan selain yang diatur dalam Undang-Undang ini
YOLANDA AGNE | DIAN RAHMA FIKA | EGI ADYATAMA | SETKAB
Pilihan editor: Respons Puan Maharani Soal Isu Bakal Gantikan Gibran Jadi Wapres