TEMPO.CO, Jakarta - Panitia Seleksi Calon Pimpinan dan Calon Dewan Pengawas (Pansel Capim dan Cawas) Komisi Pemberantasan Korupsi mengumumkan 40 peserta yang lolos tahapan penilaian profil Capim KPK. Dalam daftar tersebut, tidak ada nama mantan Direktur Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat (Dikyanmas) KPK, Giri Suprapdiono.
"Yang dinyatakan lulus masing-masing sebanyak 20 orang Calon Pimpinan (Capim) KPK dan sebanyak 20 orang Calon Dewan Pengawas (Cawas) KPK," kata Yusuf Ateh sebagai ketua Pansel Capim dan Cawas KPK yang dikutip dari setneg.go.id
Tercoretnya Giri sekaligus menambah deretan empat mantan pegawai KPK yang dipecat karena tidak lolos tes wawasan kebangsaan atau TWK dan bergabung dalam organisasi IM57+ gugur di seleksi Capim KPK.
Sebelumnya, Ketua Indonesia Memanggil Lima Tujuh atau IM57+ Institute Praswad Nugraha mengatakan, ada empat koleganya yang ikut mendaftar dalam seleksi Calon Pimpinan (Capim KPK) periode 2024-2029.
Keempat orang tersebut adalah mantan Deputi Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat KPK, Herry Muryanto; mantan Direktur Pendidikan dan Pelayanan (Dikyanmas) KPK, Giri Suprapdiono; mantan Kepala Training Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, Hotman Tambunan; dan mantan Kabag Rumah Tangga KPK Arien Marttanti Koesniar.
Herry Muryanto, Hotman Tambunan, dan Arien Marttanti Koesniar sudah gugur di tahap tes tertulis seleksi Capim KPK.
Tidak hanya itu, Praswad Nugraha juga mengatakan ada tokoh lain yang tidak diloloskan dalam Capim KPK tersebut. Diantaranya ada Sekretaris Jenderal Transparency Internasional Indonesia (TII) Danang Widyoko. Praswad juga merasa heran terhadap Pansel KPK yang menolak sosok yang menganalisis indeks korupsi Indonesia tiap tahun tersebut.
Kemudian, dikutip dari Koran Tempo edisi Jumat 13 September 2024, ada Sudirman Said, seorang pegiat antikorupsi yang juga ikut tidak diloloskan. Menurut Praswad, Sudriman pernah menguak kasus korupsi besar "Papa Minta Saham" yang ketika itu melibatkan Ketua DPR yang juga Ketua Umum Golkar, Setya Novanto.
"Ini yang membuat kami heran. Pimpinan KPK itu model orang yang harus seperti apa?" ujar Praswad.
Selain keempat anggota IM57+ yang gagal melaju dalam tahap seleksi Capim KPK selanjutnya, ada Nurul Ghufron yang juga gugur dalam seleksi capim KPK. Pansel KPK menggugurkan Nurul Ghufron karena divonis melakukan pelanggaran etik oleh Dewas KPK dan dianggap menggunakan pengaruhnya untuku memuluskan ASN di Kementerian Pertanian.
Majelis Etik Dewan Pengawas atau Dewas KPK juga menjatuhkan sanksi etik sedang kepada Ghufron berupa teguran tertulis dan pemotongan gaji pada Jumat, 6 September 2024.
Oleh sebab itu, dengan tidak diloloskannya beberapa calon yang memiliki sepak terjang dan berpotensi untuk memberantas kasus korupsi di Indonesia tersebut membuat Praswad Nugraha menduga curiga. Dirinya curiga adanya intervensi Istana karena adanya peluang dari undang-undang itu sendiri. Pasal 30 Undang-Undang KPK menyebutkan pimpinan KPK dipilih oleh DPR berdasarkan calon anggota yang diusulkan oleh DPR berdasarkan calon anggota yang diusulkan oleh presiden. Untuk proses usulan tersebut, pemerintah membentuk pansel.
Praswad pun menambahkan, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengatur mekanisme pemilihan pimpinan KPK, yakni presiden yang menentukan 10 kandidat pimpinan KPK sebelum dikirim ke DPR.
Melalui aturan tersebut, menurut penafsiran Praswad, Pansel KPK selama ini tidak berwenang menentukan nama-nama kandidat yang lolos seleksi. "Panitia Seleksi KPK hanya sebatas panita. Mereka hanya membantu administrasi, membantu ters tertulis hingga wawancara," ujarnya.
Praswad melanjutnya Pansel KPK juga dinilai tidak memiliki kuasa. Hasil di tiap tahapan seleksi pun harus dilaporkan kepada presiden. "Jadi, kalau mau ditunjuk hidung, karut-marut pansel ini adalah Presiden Jokowi," tuturnya.
HAURA HAMIDAH I NOVALI PANJI NUGROHO I HENDRIK YAPUTRA
Pilihan editor: Dominasi APH dalam Daftar Capim KPK Akademisi: Ada Paradigma Keliru