TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat RI, Dave Laksono, meyakini kemungkinan presiden menambah jumlah kementerian dengan adanya revisi Undang-Undang Kementerian Negara, tidak akan membebani anggaran negara. Pasalnya, Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk tahun 2025 sudah dibuat.
“Kalau pembengkakan sih gak mungkin karena APBN sudah dibuat, sudah dibuat dengan nilai Rp 3.600 triliun,” ucap Dave di Kantor Pimpinan Pusat Kolektif Kesatuan Organisasi Serbaguna Gotong Royong (PPK Kosgoro), pada Jumat, 13 September 2024.
Sejumlah aktivis menilai dengan adanya revisi UU Kementerian Negara ini, presiden bisa menambah jumlah kementerian, dari yang semula 34, menjadi tak dibatasi sesuai dengan kebutuhan pemerintah. Bahkan, Politikus Partai Golkar Bambang Soesatyo (Bamsoet) mendengar kabar bahwa kabinet Prabowo-Gibran kemungkinan akan diisi oleh 44 menteri pada Selasa lalu.
Dave pun menyakini apabila ada penambahan kementerian untuk mengefektivitaskan kinerja sesuai program Prabowo-Gibran.
“Kalaupun nanti ada penambahan kementerian, itu hanya memecahkan saja dari kementerian yang ada,” lanjut politikus Partai Golkar ini.
Sebelumnya, Badan Legislasi atau Baleg DPR RI sudah menyetujui agar revisi UU Kementerian Negara dibawa ke rapat paripurna yang selanjutnya bakal disahkan sebagai undang-undang. Dalam RUU tersebut, terdapat beberapa perubahan signifikan mengenai pembentukan kementerian.
Sejumlah pasal yang memuat perubahan adalah Pasal 9A soal presiden yang dapat mengubah unsur organisasi sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan. Selanjutnya salah satu poin penting dalam RUU itu adalah perubahan Pasal 15. Dengan perubahan pasal itu, presiden kini bisa menentukan jumlah kementerian sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan negara, tidak dibatasi hanya 34 kementerian seperti ketentuan dalam undang-undang yang belum diubah.
Pegiat demokrasi sempat mengutarakan kekhawatiran bahwa pembentukan kemeterian baru ini bisa memunculkan risiko bertambahnya anggaran. Hal tersebut diutarakan oleh Peneliti Pusat Studi Hukum dan Konstitusi (PSHK), Muhammad Nur Ramadhan.
"Lembaga atau kementerian yang baru terbentuk juga tidak memberikan jaminan bisa langsung bekerja secara optimal," kata Ramadhan saat dihubungi, Selasa, 10 September 2024. "Apalagi tidak ada kebutuhan mendesak untuk membentuk kementerian baru," ujar dia.
Andi Adam Faturahman dan Raden Putri Alpadillah Ginanjar berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Permintaan Jokowi kepada Menteri dan Pejabat TNI-Polri Sebelum Pensiun