INFO NASIONAL - Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Sakti Wahyu Trenggono memberikan kuliah umum di hadapan ratusan mahasiswa Universitas Hasanuddin (UNHAS), Makassar pada Kamis, 29 Agustus 2024. Menteri KKP menegaskan pentingnya implementasi program Ekonomi Biru untuk menjaga keberlanjutan ekosistem perikanan dan ketahanan pangan nasional.
Kuliah umum bertemakan “Implementasi Kebijakan Ekonomi Biru: Mewujudkan Keberlanjutan dan Kesejahteraan Bersama” itu digelar di hadapan 400 mahasiswa UNHAS yang memadati Baruga Prof.Dr.H.Baharuddin Lopa Fakultas Hukum yang menjadi lokasi kuliah umum.
Baca juga:
Menurut Trenggono, mahasiswa, akademisi, dan perguruan tinggi mempunyai peranan penting dalam mengimplementasikan kebijakan Ekonomi Biru di sektor kelautan dan perikanan melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
"Saya merekomendasikan agar kurikulum pendidikan di Universitas Hasanuddin memiliki fokus khusus terhadap ilmu pengetahuan, riset, inovasi, dan teknologi yang mendukung kebijakan ekonomi biru, karena inilah sesungguhnya masa depan bangsa Indonesia," katanya.
Rektor Universitas Hasanuddin Jamaluddin Jompa menyebut bahwa mahasiswa UNHAS sangat antusias menunggu kuliah umum Menteri KKP. Dia menyebut karena keterbatasan kapasitas ruangan acara, sehingga para peserta harus mengikuti live streaming di Youtube. “Mahasiswa sangat antusias menunggu dari pagi agar dapat mengikuti kuliah umum ini,” ucap rektor.
Menteri Trenggono menjelaskan, ketahanan pangan bersumber dari tiga hal, karbohidrat, lemak dan protein. Khusus untuk protein, salah satunya berasal dari produk perikanan. Merujuk data perdagangan yang selalu surplus, produk perikanan menjadi sebagai sumber ketahanan pangan yang paling kuat. “Laut dapat menjadi jawaban untuk mengatasi permasalahan pangan yang dunia sedang hadapi saat ini,” kata Trenggono.
Menteri KKP menyatakan semua harus mulai menyadari pentingnya menempatkan ekologi sebagai panglima. Hal itu telah menjadi perhatian KKP yang diimplementasikan melalui lima kebijakan Ekonomi Biru yaitu:
- Memperluas kawasan konservasi laut
- Penangkapan ikan secara terukur berbasis kuota
- Pengembangan budi daya laut, pesisir dan darat yang berkelanjutan
- Pengelolaan dan pengawasan pesisir dan pulau-pulau kecil
- Penanganan sampah plastik di laut melalui gerakan partisipasi nelayan atau Bulan Cinta Laut (BCL).
Terkait dengan kebijakan ekonomi biru, Jamaluddin sangat mendukung lantaran sesuai dengan visi UNHAS 2045 yang berbasis benua maritim Indonesia. Pihak kampus pun bersedia untuk bekerjasama dengan Kementerian KKP guna mendukung kebijakan tersebut.
“Kebijakan ekonomi biru yang berbasis ilmu pengetahuan seperti penangkapan ikan yang terukur harus dilakukan, karena sangat penting bagi ketahanan pangan,” katanya.
Dalam kuliah umum itu juga dilakukan Perjanjian Kerja Sama antara Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut dan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, dan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin tentang Pengelolaan Benda Muatan Kapal Tenggelam melalui Penguatan Kapasitas Sumber Daya Manusia, Pendataan, Kajian dan Publikasi.
Mahasiswa terlihat sangat antusias dalam sesi tanya jawab. Hampir seluruh peserta ingin mengajukan pertanyaan. Mereka bertanya seputar kepastian hukum Ekonomi Biru, sumber pakan budi daya, kondisi nelayan, hingga bahaya overfishing.
Claudia, Mahasiswi Fakultas Hukum UNHAS mengaku sangat senang dengan adanya kuliah umum ini. “Saya ingin tahu bagaimana kepastian hukum tentang kebijakan Ekonomi Biru, kebetulan banyak teman saya yang dari keluarga nelayan,” kata dia.
Mahasiswa Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Amirudin menyebutkan bahwa kuliah umum dari Menteri KKP memberikan pencerahan bagi mahasiswa. “Kami ucapkan terima kasih atas kehadiran menteri dalam kuliah yang memberikan pencerahan,” ujarnya.
Program Ekonomi Biru menjadi fokus yang sedang dijalankan oleh pemerintah di sektor kemaritiman dan kelautan. Pada prinsipnya, program itu menekankan fokus untuk mempertahankan kelestarian alam, namun tidak mengurangi pengembangan ekonomi. (*)