INFO NASIONAL - Ketua Umum Perkumpulan Pemilik Izin Khusus Senjata Api Beladiri Indonesia (PERIKHSA) Bambang Soesatyo atau Bamsoet mendorong adanya pembaruan peraturan perundangan terkait senjata api. Mengingat, saat ini jumlah pemilik izin khusus senjata api bela diri di Indonesia diperkirakan mencapai 27 ribu orang.
Ia mengatakan, kepemilikan senjata api bela diri sampai saat ini masih diatur dalam UU No.8/1948, UU Darurat No.12/1951, dan Perppu No.20/1960. Peraturan lama ini menurutnya sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman.
Menurut Bamsoet, secara teknis peraturan turunan dari berbagai Undang-Undang tentang Senjata Api tersebut yakni Peraturan Kepolisian No.1/2022 tentang Perizinan, Pengawasan dan Pengendalian Senjata Standar Polri, Senjata Non organik TNI/Polri Termasuk Peralatan Keamanan yang Digolongkan Senjata Api, belum mengatur tentang penggunaan senjata api bela diri.
Bamsoet menilai, perlu pembaruan peraturan perundang-undangan senjata api yang diatur dalam satu undang-undang. Selain mengatur tentang kepemilikan dan penggunaan, didalamnya juga harus mengatur tentang penegakan hukum.
“Khususnya mengatur mengenai delik tindak pidana senjata api agar berbagai istilah yang digunakan tidak berbeda pengertian, serta rumusan delik tidak saling tumpang tindih," ujar Bamsoet usai menjadi co-Promotor dan penguji disertasi, di kampus Universitas Borobudur, Jakarta, Selasa, 27 Agustus 2024.
Ia menjelaskan, setelah adanya pembaruan undang-undang, barulah kemudian diatur kembali pengaturan pelaksanaan teknis lebih lanjut dalam peraturan turunannya. Menurnya, pembaruan peraturan perundangan dan peraturan turunannya sangat penting agar didalamnya memuat ketentuan yang bersifat khusus dan spesifik tentang hak dan kewajiban pemilik senjata api, termasuk tentang tata cara penggunaan dan mekanisme penegakan etika dan pengawasan terhadap pemilik izin khusus senjata api bela diri.
Salah satu bentuk penggunaan senjata api oleh warga sipil adalah untuk keperluan membela diri baik keselamatan nyawa, harta, dan kehormatan diri sendiri atau orang lain. Hal ini menurut hukum dibenarkan hanya dalam keadaan tertentu yakni keadaan bela paksa atau noodweer, bela paksa berlebih atau noodweer excess maupun keadaan darurat sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Namun ketentuan lebih lanjut tentang teknis kapan seorang pemilik izin khusus senjata api bela diri bisa menggunakan senjata apinya dan seperti apa tahapan penggunaannya sampai saat ini belum ada. Sehingga, menurutnya, hal ini seringkali menyebabkan kerancuan, multitafsir, bahkan salah tafsir dari berbagai pihak. Baik dari sisi pemilik izin khusus senjata api beladiri maupun dari sisi aparat penegak hukum.
“Karena itu, pembaruan peraturan perundang-undangan tentang senjata api yang mengatur dari hulu sampai hilir tentang pengaturan kepemilikan, penggunaan, hingga penegakan hukumnya, sangat diperlukan," kata dia. (*)