TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat atau Baleg DPR Wihadi Wiyanto menyatakan, pihaknya telah memutuskan untuk menunda pembahasan revisi Undang-undang atau RUU TNI dan RUU Polri. Ia mengatakan, pembahasan kedua RUU itu akan dilanjutkan di periode DPR berikutnya.
"RUU ini nanti akan dilanjutkan untuk DPR di periode berikutnya," katanya di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Senin, 26 Agustus 2024.
Karena itu, ujarnya, Baleg DPR memastikan tidak ada pembahasan RUU TNI - Polri hingga akhir periode DPR 2019-2024. Dia tidak menjelaskan secara rinci alasan pembatalan pembahasan RUU TNI - Polri tersebut.
"Saat ini kami putuskan untuk dibatalkan dulu," ucapnya.
Menurut dia, urgensi pembahasan kedua RUU itu akan dilihat di periode selanjutnya. Dia juga mengaku belum menerima daftar inventarisasi masalah atau DIM RUU TNI Polri dari pemerintah.
"Nanti kami lihat urgensinya. Ini terkait masalah carry over juga," ucap Wihadi.
Sebelumnya, Baleg DPR sempat menyatakan bakal melanjutkan pembahasan RUU TNI - Polri ini. Presiden Joko Widodo telah mengirim Surat Presiden (Surpres) ke DPR di Senayan. DPR pun telah menyetujui RUU TNI dan RUU Polri menjadi inisiatif DPR.
Rencana pembahasan RUU TNI-Polri ini mendapat kritikan keras dari masyarakat dan kelompok pegiat hak asasi manusia.
Teranyar, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mendatangi kantor Komnas HAM di Jakarta untuk beraudiensi dengan pimpinan lembaga itu pada Rabu, 7 Agustus 2024. Dalam audiensi itu, koalisi mendesak Komnas HAM untuk menyatakan penolakannya terhadap revisi UU TNI da Polri.
Perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil, Arif Maulana mengatakan bahwa revisi dua UU tersebut berpotensi menambah kasus pelanggaran hak asasi manusia. "Komnas HAM harus segera bersikap tegas untuk menyatakan penolakan terhadap RUU ini," katanya ditemui di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Rabu, 7 Agustus 2024.
Dia menilai, subtansi revisi UU TNI dan Polri ini berpotensi menambah kewenangan kedua lembaga negara itu. Arif menyoroti isi dari revisi UU Polri yang dikhawatirkan bakal memiliki dampak serius bagi hak asasi warga negara Indonesia.
Sebab, menurut dia, substansi revisi UU Polri itu berkaitan dengan hak atas privasi, hak atas informasi, dan kebebasan pers. "Termasuk juga hal-hal yang berkaitan dengan sektor privat seperti kewenangan dalam hal intelijen, dan penyadapan," ucapnya.
Substansi di revisi UU TNI tak kalah mengkhawatirkan. Dia menilai, apabila rancangan undang-undang itu disahkan pemerintah maka prajurit militer berpotensi memiliki kewenangan masuk ke ranah sipil, bahkan diperbolehkan berbisnis.
"Bahkan kemudian pada akhirnya kecenderungannya akan berpolitik secara praktis," katanya.
Ia menyatakan, subtansi revisi kedua UU tersebut justru berbahaya bagi demokrasi dan memundurkan cita-cita reformasi Tanah Air. Dia menilai, justru revisi bisa menjadi paket lengkap yang bisa membawa Indonesia kembali ke era Orde Baru.
"Saya kira harus ditunda, disetop. Kami berharap ini dibahas secara demokratis ke depan," kata Arif.
Pilihan Editor: BEM SI Kerakyatan Jawa Barat Gelar Aksi Tolak Revisi UU Polri, Lempar Kepala Babi ke Gedung DPRD Jabar