TEMPO.CO, Jakarta - Aksi kedua di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau DPRD Jawa Barat kembali dilakukan oleh sejumlah elemen masyarakat, terutama Badan Eksekutif Mahasiswa Se-Indonesia Jawa Barat. Aksi ini merupakan aksi lanjutan di hari sebelumnya terkait Revisi Undang-Undang Pilkada berupa anulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang hendak disahkan di rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Kamis, 22 Agustus 2024.
Massa aksi mulai mendatangi lokasi pada pukul 15.10 WIB. Rombongan mahasiswa dari berbagai kampus negeri dan swasta memulai aksi demonstrasi.
“Assalamualaikum, waalaikumsalam, mahasiswa datang, bawa pasukan,” kata para mahasiswa demonstran ketika mendatangi area gedung DPRD Jabar. Mereka kemudian kompak membentuk formasi lingkaran, memberikan ruang kosong di tengah untuk mereka yang ingin berorasi.
“Apa yang bisa kita lakukan selain melawan”
“Mau sampai kapan demokrasi akan terus berjalan seperti ini? Mau sampai kapan demokrasi berubah menjadi oligarki? Mau sampai kapan demokrasi berubah menjadi monarki?” ujar salah seorang mahasiswa yang memulai orasi di depan gedung DPRD Jabar pada 23 Agustus 2024.
Salah satu orator menyampaikan mengenai urgensi jika RUU Pilkada berhasil disahkan oleh DPR. Ia menyebut jika DPR mengesahkan RUU Pilkada tersebut, maka akan ada banyak daerah yang memiliki calon tunggal pada gelaran pilkada 2024.
“Jika DPR menganulir keputusan MK tersebut, maka akan ada 150 (calon) kepala daerah yang berkemungkinan melawan kotak kosong,” kata salah seorang orator.
Mahasiswi turut hadir dan ikut berorasi pada aksi demonstrasi ini. Kireina, mahasiswi Universitas Padjadjaran (Unpad), ia menyampaikan alasannya turut hadir dan berorasi pada aksi ini.
Kireina menyebut sudah menjadi kewajiban rakyat untuk menyuarakan terkait kondisi yang terjadi di negara ini. Ia menyebut kondisi pemerintahan Indonesia yang sudah tidak bisa ditoleransi.
Kireina mengatakan tujuan aksi ini adalah untuk menyadarkan pemerintah bersama antek-anteknya bahwa mereka pun berasal dari rakyat yang seharusnya memihak rakyat juga, bukan kepentingan sendiri dan keluarga.
“Tujuan kita adalah untuk membuat pemerintah dan antek-anteknya untuk sadar bahwa mereka itu sebenarnya berasal dari rakyat. Seharusnya juga memberikan suara dan power mereka itu untuk rakyat, bukan untuk kepentingan sendiri apalagi keluarganya sendiri,” kata Kireina.
Kireina juga mengatakan speechless tentang kondisi pemerintahan di Indonesia saat ini. Ia menyebut pemerintah atas dan aparat yang bukan melindungi dan mengayomi masyarakat, tapi malah menyerang masyarakat.
“Aku cuma bisa pengen nangis ya, karena sangat speechless akan kekacauan yang terjadi saat ini,” kata Kireina.
Meski DPR telah menyatakan batal mengesahkan RUU Pilkada, Kireina mengatakan untuk tidak mudah percaya dan abai setelah DPR memberikan pernyataan tersebut. Mewakili demonstran lain, ia menuntut pembatalan sepenuhnya tanpa adanya persyaratan apa pun.
“Omongan para pemerintah belum tentu bisa kita percaya, maka dari itu kita harus lihat sendiri, apakah benar itu akan dibatalkan ataukah hanya ditunda untuk sementara. Kita menuntut harus adanya pembatalan tanpa adanya embel-embel apa pun, tanpa adanya persyaratan apa pun, dibatalkan sepenuhnya,” kata Kireina.
Dikutip dari akun Instagram @bem.unpad, terdapat 6 tuntutan yang dilayangkan pada aksi demonstrasi ini, di antaranya:
- Mengutuk dengan tegas segala usaha yang merusak semangat dan esensi reformasi, serta melawan segala upaya yang meruntuhkan demokrasi,
- Menuntut DPR untuk tunduk pada putusan MK dan hilangkan praktik nepotisme dalam pemerintahan,
- Menuntut setiap anggota DPR untuk menjunjung tinggi nilai demokrasi dengan menyuarakan kepentingan rakyat di atas kepentingan partai,
- Menuntut Jokowi untuk tidak mengkhianati demokrasi demi kepentingan keluarga dan kelompoknya,
- Menghentikan intervensi politik penetapan RUU Pilkada dan RUU bermasalah lainnya,
- Mengutuk tindakan represifitas aparat terhadap masyarakat sipil.
Hari semakin petang, massa aksi dari berbagai kampus terus berdatangan dan memadati Jalan Diponegoro, Bandung. Organisasi ekstra kampus pun turut meramaikan aksi demonstrasi ini. Berdasarkan hasil pantauan Tempo.co, organisasi ekstra kampus yang turut hadir ialah Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) dan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI).
Massa meminta masuk ke dalam gedung DPRD Jawa Barat. Semakin memanas, sekitar pukul 17.04, massa mulai menyalakan flare. Terdengar pula ledakan kembang api yang diarahkan langsung ke dalam gedung DPRD Jabar. Api dari bakaran ban yang sudah dinyalakan selama orasi semakin membesar. Asap hitam membumbung mewarnai aksi demonstrasi tersebut.
Massa terus memaksa masuk ke dalam gedung DPRD Jabar dengan menarik-narik gerbang menggunakan tali tambang. Beberapa melakukan aksi vandalisme di sekitaran gedung. Polisi beberapa kali memberikan peringatan, bahkan membacakan salawat.
Semakin larut, rombongan massa aksi tiap kampus bergiliran menarik mundur. Hingga sekitar pukul 20.00, area gedung DPRD Jabar sudah mulai lebih kondusif dari sebelumnya.
Pilihan Editor: Ribuan Massa Unjuk Rasa di Depan DPRD Jawa Barat. Gibran dan Raffi Ahmad Jalan-jalan di Pasar Baru Bandung