TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Panitia Khusus Angket Penyelenggaraan Haji 2024 DPR RI, Nusron Wahid, mengatakan, Pansus Haji akan fokus mendalami tiga hal. Salah satunya, dugaan penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, dalam alokasi kuota haji tambahan.
"Pansus Haji dalami penyalahgunaan kewenangan dalam mengalokasikan kuota haji tambahan. Harusnya untuk haji reguler malah ke haji khusus," kata Nusron di Gedung DPR, Senin 19 Agustus 2024.
Selain itu, Pansus Haji akan mendalami manajemen operasional haji 2024 mulai dari sistem rekrutmen, sumber daya manusia, hingga survei tingkat kepuasaan jemaah haji.
"Ketiga, kami akan dalami pembenahan sistem keuangan haji agar lebih transparan, akuntabel, dan menjamin manajemen risiko," kata Nusron.
Nusron mengatakan, Pansus Haji akan bekerja sampai akhir September 2024, tepatnya sebelum pergantian anggota DPR periode selanjutnya.
Pansus Haji akan memanggil sejumlah pihak untuk dimintai keterangan. Mulai dari regulator, travel haji, perwakilan jemaah haji, dan perwakilan masyarakat yang terlibat haji.
"Rabu ini kita akan mulai panggil," kata Nusron.
DPR menyetujui pembentukan pansus haji dalam sidang paripurna ke-21 masa persidangan V, Selasa, 9 Juli 2024.
Pansus ini disahkan setelah anggota Komisi VIII DPR RI, Selly Andriany Gantina, membacakan pertimbangan alasan dibentuknya pansus haji. Setidaknya ada 35 anggota DPR RI yang terdiri lebih dari dua fraksi yang setuju pembentukan panitia khusus untuk menyelidiki penyelanggaran haji 2024 yang bermasalah.
Salah satu masalah yang akan digali oleh panitia khusus adalah soal pembagian kuota haji yang tidak sesuai Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah. Pasal 64 ayat 2 menyebutkan bahwa kuota haji khusus ditetapkan sebesar 8 persen dari kuota haji Indonesia.
Panitia kerja Komisi VIII dan menteri agama awalnya sudah menetapkan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 2024 pada 27 November 2023. Mereka menyepakati kuota haji Indonesia sebanyak 241.000 jemaah dengan rincian haji reguler 221.720.
Kuota ini termasuk kuota tambahan hasil lobi pemerintah RI terhadap Arab Saudi, yang memberikan tambahan 20 ribu jemaah. Dari hasil kesepakatan itu juga ditetapkan anggaran haji 2024 sebesar Rp 8,3 triliun. Namun di tengah jalan, Kementerian Agama justru mengalokasikan 20.000 kuota tambahan dengan rincian 50 persen untuk haji reguler dan 50 persen untuk haji khusus. Walhasil, kuota haji khusus justru melampaui batas 8 persen seperti yang ditetapkan Undang-Undang.
Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh (PHU) Kementerian Agama, Hilman Latief, mempersilakan Panitia Khusus Haji menyelidiki dugaan korupsi penyelenggaran haji.
"Perihal dugaan korupsi, monggo dibuktikan saja, kira-kira ada korupsi di bagian apa?" kata Hilman kepada Tempo melalui pesan whatsapp, Selasa, 16 Juli 2024.
Terkait pembagian kuota haji, Hilman mengatakan Pasal 9 Undang-Undang Ibadah Haji menyebutkan bahwa menteri yang mengatur alokasi kuota tambahan itu. Menteri Agama lantas mengalokasikan 10.000 untuk jemaah haji reguler dan 10.000 untuk jemaah haji khusus.
“Kita dapat kuota haji, 30 Juni 2023. Jumlahnya 221.000 jemaah. Saat pembahasan awal dengan Panitia Kerja DPR, jumlahnya masih 221.000. Di tengah jalan ada informasi hasil kunjungan presiden, Indonesia mendapat spesial ekstra kuota 20.000," katanya.
Selain itu, Hilman mengatakan pembagian alokasi tersebut sudah mendapat persetujuan dari Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi pada 8 Januari 2024. Hal itu tertuang dalam nota kesepahaman atau MoU yang ditandatangani oleh Menteri Agama RI dan Menteri Haji dan Umrah Arab Saudi. MoU itu yang kemudian menjadi landasan Kemenag dalam menyiapkan layanan. Hilman menuturkan pihaknya sudah mencoba berkomunikasi dengan Komisi VIII DPR RI pada Januari 2024 tentang pembagian kuota haji tersebut, namun tidak tercapai.
"Kebijakan (pengalokasian kuota tambahan) sudah kami pertimbangkan matang-matang dan kami sudah berusaha komunikasikan itu dengan komisi VIII DPR RI," ucapnya.
Pilihan Editor: PBNU Panggil Lukman Edy, Hasanuddin Wahid, Hingga Gus Choi Buntut Seteru dengan PKB