TEMPO.CO, Jakarta - Dosen Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta, Fitria Ayuningtyas menyampaikan hak jawab atas artikel berjudul 'Penjelasan Rektor UPNVJ soal Jurnal yang Dinilai Melanggar Kode Etik Berat'. Artikel itu tayang di Tempo.co pada Minggu, 21 Juli 2024.
Selain itu, Fitria juga memberikan hak jawab terhadap artikel berjudul 'Dapat Sanksi Etik, Dosen UPNVJ Beberkan Alasan Pemalsuan Informasi Jurnal' yang tayang di Tempo.co pada Kamis, 25 Juli 2024.
Kasus bermula ketika Komisi Etik Penelitian (KEP) UPNVJ menyimpulkan adanya pelanggaran etik yang dilakukan para staf pengajar dalam salah satu artikel jurnal yang terbit di International Cogent Social Science pada 13 Mei 2024.
Selaku penulis utama dalam penelitan itu Fitria Ayuningtyas menegaskan tidak melakukan pemalsuan dalam penelitian. "Tidak ada dokumen yang dipalsukan sama sekali," kata Fitria kepada Tempo, pada Ahad, 18 Agustus 2024.
Fitria mengakui adanya kekeliruan administrasi, tapi bukan plagiasi dan tidak menyangkut substansi penelitian. Kekeliruan itu, kata dia, sudah diperbaiki dengan meminta persetujuan perbaikan klirens etik dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) UPNVJ.
Klirens etik berfungsi sebagai bukti penelitian bahwa riset dilakukan sesuai protokol atau kaidah etik, sekaligus menjamin keamanan subjek penelitian agar identitas mereka terjaga. Klirens etik menjadi syarat peneliti sebelum melakukan penelitian di UPNVJ.
Dalam penelitian Fitria tahun 2022 yang sudah terbit di Cogent tertulis, "This research has been approved by Research Ethics Committee Nomor 504/UN.61.0/HK.07/LIT.RISTI/2022, dated October 3, 2022, issued by Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, Indonesia."
Sementara, KEP mengaku tidak pernah mengeluarkan surat persetujuan atau Ethical Approval (EA) dalam penelitian tersebut. Setelah ditelusuri, nomor itu merupakan nomor kontrak penelitian tahun anggaran 2022 antara UPN VJ dengan tim pengusul dan ketua pelaksana peneliti. Artinya, bukan nomor klirens etik yang seharusnya dikeluarkan oleh KEP.
Oleh karena itu, KEP mempertanyakan keabsahan jurnal Fitria yang berjudul Enhaching Sex Education for Children With Autism: a Comparative Analysis of Phenomenology. KEP kemudian berpesan kepada Fitria untuk menarik jurnal yang terlanjur terbit di Cogent pada 13 Mei 2024.
Mengapa Terjadi Kekeliruan Informasi?
Fitria mengatakan sudah mengajukan surat izin etik ke KEP UPNVJ. Namun ia merasa dipersulit. KEP, kata dia, meminta Fitria melakukan review ke ahli sampai lima kali. Fitria sudah memenuhi syarat tersebut tetapi tetap diminta untuk mendapatkan izin dari Badan Intelijen Negara (BIN) dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Berdasarkan saran dari LPPM, syarat pengajuan klirens etik untuk penelitian Fitria sebenarnya tidak memerlukan izin dari BIN dan BRIN. Fitria menganggap izin itu tidak relevan. Ia terbuka untuk berdiskusi dengan KEP menyoal pendapatnya.
"Penelitian saya tidak melibatkan informasi rahasia terkait keamanan nasional, serta tidak melibatkan peneliti asing yang mengumpulkan data di Indonesia," ucapnya.
Melansir dari laman resmi klirens etik BRIN, lembaga di bawah naungan Presiden Joko Widodo itu berhak memberikan fasilitas untuk menilai keberterimaan secara etik dari suatu proposal penelitian yang akan dilakukan oleh periset di dalam maupun di luar BRIN, termasuk pihak asing yaitu kelembagaan ilmu pengetahuan dan teknologi asing dan atau orang asing ang akan melakukan penelitian di Indonesia.
Fitria menjelaskan penelitian dia bersifat comparative study antara Indonesia dan negara lain, yang tidak lain dilakukan bersama dengan koleganya dari universitas luar negeri Bangladesh. Ia menyatakan telah memenuhi standar etika, seperti tidak menyebutkan identifikasi informan secara eksplisit ataupun tidak memanipulasi data.
Atas dasar itu, Fitria mengaku terdesak situasi tenggat penulisan hingga keliru mencantumkan nomor klirens etik dari KEP bukan dari LPPM. "Penelitian ini berlangsung 2022. Penelitian ini lanjutan dari disertasi saya pada 2019 hingga 2021. Oleh karena itu, saya berasumsi cukup LPPM UPNVJ yang memberikan persetujuan etik, yang melibatkan manusia sebagai responden," ucapnya.
KEP UPNVJ kemudian mengetahui bahwa jurnal Fitria sudah terpublish di Cogent pada 2024. Oleh karena itu, KEP UPNVJ meminta Fitria menarik jurnal penelitian tersebut dari Cogent.
Fitria mengaku, KEP UPNVJ telah memberikan kemungkinan untuk merevisi kesalahan informasi pada 26 Mei 2024. Dalam proses revisi, kepala editor penerbit jurnal, Cogent, mendapatkan formal complaint dari KEP UPNVJ. Akibatnya, proses revisi di atas tertahan.
Pada 5 Juli 2024, kepala editor Cogent meminta klarifikasi dari penulis bahwa penelitian tersebut aman. Oleh karena itu, Fitria meminta rekomendasi dari LPPM.
Adapun sebelum revisi tertulis: "This research has been approved by Research Ethics Committee Nomor 504/UN.61.0/HK.07/LIT.RISTI/2022, dated October 3, 2022, issued by Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, Indonesia."
Sesudah revisi menjadi: "This research has been approved by The Institute for Research and Community Service, Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta No 501.1/UN.61.4/2022, dated October 3, 2022."
Posisi KEP UPNVJ dalam Struktur Organisasi Kampus
Kepada Fitria, Rektor UPNVJ Anter Venus menjelaskan KEP UPNVJ tidak memiliki kewenangan untuk memberikan sanksi kepada dosen. Sanksi merupakan kewenangan sepenuhnya dari Rektor sebagai pimpinan tertinggi di UPN Veteran Jakarta.
Fitria menjelaskan alur yang seharusnya dilakukan oleh KEP UPNVJ adalah melaporkan dugaan kasus ke senat untuk diberikan justifikasi kesalahan umum. Selanjutnya, senat akan memberi rekomendasi sanksi melalui komite etik universitas, bukan KEP.
Kemudian, KEP UPNVJ dapat mengambil tindakan dan memberikan rekomendasi dari senat kepada rektor. Rektor dapat mengeluarkan surat keputusan sesuai peraturan yang berlaku. “Tetapi KEP mengeluarkan Surat Keputusan yang bukan semestinya dilakukan oleh KEP,” kata Fitria.
Kedudukan lembaga itu yang membuat Fitia dapat meminta rekomendasi dari LPPM. Meskipun KEP UPNVJ lah meminta dia menarik jurnal dari penerbit. Menurut dia, KEP UPNVJ tidak sepatutnya mengimbau penarikan jurnal.
"Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi RI Nomor 39 tahun 2021 tentang Integritas Akademik dalam Menghasilkan Karya Ilmiah, saya dapat mengajukan banding," kata Fitria.
Peraturan itu juga selaras dengan Peraturan Rektor Nomor 16 tahun 2024 tentang Integritas Akademik dalam Menghasilkan Karya Ilmiah di lingkungan UPN Veteran Jakarta. "Tetapi dalam hal ini, jangankan diminta untuk banding, diminta konfirmasi terkait Surat Keputusan yang dibuat pun tidak ada," lanjut Fitria.
KEP mengeluarkan surat keputusan (SK) KEP UPNVJ Nomor 01/Kep/UN61/KEP/2024. Menurut Venus, SK itu tidak resmi atau keliru, sebab sebagai unit organisasi tingkat pusat, KEP tidak memiliki kapasitas mengeluarkan SK.
Venus menegaskan KEP tidak dapat memberikan persetujuan etik, termasuk klirens etik untuk syarat penelitian. Klirens etik, kata dia, berbeda dengan pelanggaran kode etik dosen. Klirens etik berfungsi sebagai bukti penelitian bahwa riset dilakukan sesuai protokol atau kaidah etik, sekaligus menjamin keamanan subjek penelitian agar identitas mereka terjaga.
Kemendikbudristek telah mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 10 Tahun 2024 tentang organisasi dan tata kerja UPNVJ Jakarta pada 28 Maret 2024. Berdasarkan ketentuan tersebut, unsur organisasi pelaksana akademik di bawah pemimpin UPNVJ terdiri dari fakultas dan lembaga yang melaksanakan fungsi penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
KEP UPNVJ sendiri sudah ada sejak 14 Januari 2014. Melansir dari laman resmi KEP, lembaga itu mengklaim posisinya sejajar dengan rektor. Susunan organisasi itu termaktub di Surat Keputusan Rektor Nomor 186/UN61.0/HK.02/2022 tanggal 21 Januari 2022. Tugasnya mengeluarkan persetujuan klirens etik terhadap penelitian, baik penelitian di dalam maupun luar kampus.
KEP UPNVJ sudah terekognisi Forum of Ethical Review Committee in Asia and Western Pacific (FERCAP) dan menjadi anggota dari Forrum of International Recognizion Research Ethic Committee (FIRREC) di Indonesia.
Namun, Venus menjelaskan guna melaksanakan Permendikbud Nomor 10 Tahun 2024 yang terbaru, ia mengeluarkan Peraturan Rektor (Pertor) Nomor 17 Tahun 2024 tentang Pembentukan KEP UPNVJ. Aturan itu guna memperjelas posisi struktur KEP UPNVJ yang sebelumnya tidak masuk dalam struktur organisasi UPNVJ di manapun.
Pertor itu kini memperjelas posisi KEP berada dalam naungan LPPM. Dengan kata lain, keputusan pelanggaran etik berada di bawah naungan komite etik UPNVJ, senat universitas, dan rektor, bukan KEP.
Venus mengklaim kesalahpahaman tupoksi itu sudah disadari KEP sehingga SK yang mereka keluarkan sebelumnya diubah menjadi laporan. Pada dasarnya, SK tidak bisa dicabut oleh KEP. Venus menjelaskan, jika KEP mencabut SK, maka ia melanggar aturan dua kali. Bahkan dugaan kasus itu, seharusnya bersifat rahasia.
"Rektorat memandang, tidak perlu mencabut SK yang salah tersebut karena memang SK tersebut tidak memiliki dasar hukum dan dikeluarkan oleh unit organisasi yang tidak memiliki wewenang," ucap Venus.
Venus menjelaskan universitas sedang melakukan pembenahan dan pembinaan terhadap unit atau subunit organisasi di dalam organisasi UPNVJ, agar patuh pada regulasi dan batas kewenangan yang diberikan.
Sesuai statuta Permendikbud Nomor 87 Tahun 2017 UPNVJ, aturan yang berlaku di universitas hanya ada empat, yakni peraturan perundangan, Peraturan Rektor, Peraturan Senat dan Keputusan Rektor. "Tidak ada keputusan yang bisa dibuat oleh pejabat di lingkungan Universitas kecuali diberikan mandatnya oleh Rektor," kata Venus.
Penulis Tegaskan Tak Ada Plagiasi atau Pelanggaran Etik
Fitria menegaskan penelitian itu merupakan hibah internal skema kerja sama internasional yang prosesnya melalui review ketat. Fitria mengaku sudah melewati reviewers sebanyak delapan kali oleh beberapa ahli. Dan sudah melalui revisi berkali-kali sehingga dapat dikatakan sudah memenuhi syarat substansi.
"Jurnal ini di bawah publisher Taylor dan Francis yang jelas-jelas memiiki reputasi dan nama baik, serta membutuhkan proses yang lama dari mulai submit hingga published, dan melalui review yang panjang," kata dia.
Berdasarkan hasil turnitin, penelitian tersebut memperoleh skor 12 persen dari artikel yang telah dipublish. Oleh karena itu, tidak bisa disebut sebagai plagiarisme. Fitria mengklaim penelitiannya bukan jurnal abal-abal apalagi predator.
"Saya percaya, penelitian saya dapat memberikan wawasan, perspektif, dan pengetahuan yang berharga khususnya bagi peniliti yang tertarik untuk meneliti di bidang tersebut," ucapnya.
Pilihan editor: Kemendikbud Buka 40.541 Formasi CASN, Prioritas Dosen