INFO NASIONAL – Guru Besar Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Rini Sekartini menjelaskan, obesitas pada anak tidak ada hubungannya dengan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) galon Polikarbonat. Menurutnya, obesitas pada anak terjadi karena asupan makanan yang berlebih dan kurangnya aktivitas fisik pada anak.
“Penyebab obesitas pada anak ada dua hal utama, yaitu asupan makanan yang berlebih dan kurangnya aktivitas fisik. Jadi, tidak ada kaitannya sama sekali dengan air minum galon Polikarbonat,” ujarnya.
Ia mengatakan, asupan makan pada anak harusnya disesuaikan dengan kebutuhan. Pada anak prasekolah, kebutuhannya sekitar 100-110 kalori per kilogram berat badan, di mana berat badan yang dipakai adalah berat badan ideal sesuai usia anak.
“Sedang pada anak usia sekolah, rekomendasi aktivitas fisik sekitar 30-60 menit/hari, 3 kali seminggu. Biasanya aktivitas fisik tergolong aktifitas aerobic,” ujarnya. “Tapi, faktor genetik juga memiliki peranan sebagai risiko anak menjadi obesitas,” tambahnya.
Kepala Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Pusat, Hasto Wardoyo juga mengutarakan hal serupa. Hasto mendorong masyarakat untuk tidak percaya begitu saja terhadap berita-berita yang menyudutkan AMDK galon Polikarbonat.
“Sebelum ada rekomendasi dari kolegumnya, jangan dipercaya dulu isu-isu tersebut. Pedomannya begitu. Kalau cuma isu-isu saja, ya itu tidak bisa jadi pedoman,” katanya.
Menurutnya, dalam dunia kedokteran suatu makanan atau minuman bisa dianggap merugikan jika sudah ada bukti meta-analisa atau teknik statistika untuk menggabungkan dua atau lebih penelitian orisinil yang dapat digabungkan.
“Maksudnya, misalkan ada center penelitian di Australia, Amerika, China, dan Asia yang menelitinya dan hasilnya sama. Nah, itu baru menjadi rekomendasi. Tapi, kan belum ada yang menunjukkan hasil yang seperti itu hingga saat ini,” ujarnya.
Sampai hari ini, menurutnya, tidak ada rekomendasi dari kolegium antropologi yang menyatakan untuk melarang penggunaan air galon Polikarbonat.
“Jadi, kalau di kedokteran itu selalu kita berdasarkan evidence based yang sifatnya orang banyak dan yang sudah terbukti di seluruh wilayah. Sehingga itulah jadi rekomendasi. Tapi, sebelum ada rekomendasi itu maka kita tidak bisa menganggap itu dilarang atau berbahaya,”ujar Hasto. (*)