TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PT Transjakarta Welfizon Yuza menjelaskan alasan kenapa penyerapan unit armada angkot Jaklingko Mikrotrans tidak dilakukan secara langsung, tetapi bertahap. Hal itu lantaran menyesuaikan minat masyarakat agar armada tidak menumpuk.
"Saya kasih analogi, kalau kami serap armada terus, kami jalanin kosong. Enggak ada penumpangnya, problem," kata Welfizon saat ditemui di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta Pusat, Rabu malam, 7 Agustus 2024.
Welfizon menjelaskan jika Transjakarta terus menyerap pengadaan bus tanpa menghitung kebutuhan, maka akan timbul permasalahan baru, yaitu bus kosong tanpa penumpang.
"Kalau misal yang terjadi kami kontrak busnya banyak, penumpangnya sedikit terus setiap hari orang ngelihatin ini TJ (Transjakarta) ngapain sih siapin angkot banyak banget, buang-buang anggaran," ucap dia.
Pembiayaan Tranjakarta, kata Welfizon, menggunakan dana public service obligation (PSO) yang harus dipertanggungjawabkan penggunaannya karena berasal dari APBD. Selain itu, hingga saat ini biaya Jaklingko Rp 0 alias gratis. Welfizon mengatakan Jaklingko itu memang untuk melayani mobilitas masyarakat sehingga harus dihitung lebih rigid lagi untuk pengadaannya.
Dia tidak memungkiri bahwa setiap tahun jumlah pengguna layanan mikrotrans mengalami kenaikan. "Tahun 2022 pengguna TJ itu 191 juta, 2023 sebanyak 285 juta. Jadi naik 48,8 persen jumlah pelanggannya dari PSO yang relatif lebih besar," ucap dia.
Sebelumnya, ratusan sopir Jaklingko yang diinisasi delapan koperasi berunjuk rasa di Balai Kota DKI Jakarta pada 30 Juli 2024. Mereka meminta pengadaan angkot pada 2024 dilakukan secara adil dan transparan.
Pilihan Editor: Golkar Sebut Nama Kaesang untuk Calon Pendamping Ridwan Kamil di Pilkada Jakarta