TEMPO.CO, Jakarta - Diplomat Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-West Papua Liberation Organization atau TPNPB-WPLO, John Anari mengungkit kembali operasi militer untuk pembebasan Tim Ekspedisi Lorentz 1995 di Mapenduma, Jayawijaya, Irian Jaya--sekarang Papua, pada 28 tahun silam. Dia mengklaim memiliki bukti militer Indonesia menghabisi masyarakat pribumi di Geselema, Mimika.
Operasi Mapenduma ini dipimpin oleh Komandan Jenderal Kopassus kala itu, Brigadir Jenderal TNI Prabowo Subianto. Organisasi Papua Merdeka atau OPM menyandera sebelas peneliti dari Tim Ekspedisi Lorentz '95.
Ia menuding, dalam operasi itu, pasukan TNI di bawah komando Prabowo membawa tentara bayaran dari Inggris dan menggunakan helikopter untuk menyerang masyarakat pribumi di Geselema. "Dan saya punya video dokumenter asli milik tawanan," ujarnya, Minggu, 4 Agustus 2024.
Video dokumenter itu, kata dia, akan dijadikan bukti untuk menyeret Prabowo--Komandan Jenderal Kopassus, ke pengadilan keadilan internasional atau Mahkamah Perserikatan Bangsa-bangsa atau PBB.
Prabowo memimpin operasi militer pembebasan sebelas sandera itu dari OPM sejak 8 Januari 1996. Operasi pembebasan sandera ini berakhir 130 hari setelahnya, yakni pada 9 Mei 1996.
Pensiunan jenderal bintang tiga melatih anak buahnya secara spartan selama menunggu negosiasi damai operasi pembebasan sandera tersebut. Menurut dia, pembebasan sandera dengan operasi bersenjata 50 persen akan gagal.
Karena itu, ia menilai jalan damai harus diprioritaskan untuk membebaskan belasan sandera tersebut. Prabowo lantas mengajak pihak netral, termasuk Palang Merah Internasional untuk membantu operasinya.
"Saya sempat diejek beberapa senior saat itu, disuruh membebaskan kok malah negosiasi," kata Prabowo, dua dekade lalu, dikutip dari laporan Majalah Tempo.
Namun upaya damai pembebasan sandera itu mengalami kebuntuan. Pentolan OPM kala itu, Kelly Kwalik berkukuh meminta agar pemerintah Indonesia harus mengakui kemerdekaan Negara Melanesia Barat.
Kebuntuan jalan damai itu memberi lampu hijau bagi Prabowo dan pasukannya terbang menuju Mapenduma, tempat para sandera disekap OPM. Empat hari usai mendarat, satu unit pemukul Kopassus menjepit gerombolan OPM. Upaya ini membuat sembilan sandera selamat, tetapi dua sandera lainnya tewas di tangan OPM.
Sedangkan dari pihak TNI tercatat lima anggotanya tewas akibat jatuhnya satu unit helikopter ketika penyerbuan berlangsung. Sementara delapan orang dari OPM tewas dalam pertempuran jarak dekat itu.
Pertempuran antara TNI dan OPM membuat penduduk mengungsi. Laporan Majalah Tempo edisi 30 Maret 2019 melaporkan, seorang kepala desa di Mbua yang ditemui Tempo di Wawena mengatakan saat operasi Mapenduma itu dia masih duduk di kelas 5 sekolah dasar. Menghindari pertempuran, bocah itu mengungsi ke hutan.
Saat kembali ke rumahnya dari pengungsian pada 1996 itu, si kepala desa mengaku menyaksikan beberapa mayat bergelimpangan dan membusuk. Sebagian jenazah malah sudah menjadi makanan bintang. Tentara disebut menguasai Mapenduma.
Cerita itu turut dikuatkan oleh salah satu pengakuan penduduk setempat, Natina. Dia berujar bahwa menyaksikan langsung penyanderaan tersebut. Bahkan, ujarnya, ia kerap mengantarkan makanan untuk para sandera dan penyandera.
Menurut dia, aktivitas penduduk berjalan normal meski penyanderaan itu terjadi di wilayahnya. Namun ketika Prabowo dan tim pemukulnya bertempur dengan OPM, situasi berubah. "Kami ditembaki dari udara," katanya.
Natina mendengar cerita dari sejumlah mama tua bahwa terjadi kekerasan di Mapenduma. Ia sendiri mengaku menyaksikan aparat memukuli para pemuda berambut keriting dan berkulit legam.
Ayah Natina, seorang guru dan pelayan gereja juga ditahan selama sekitar sepekan. Penyebabnya, nama ayah Natina mirip dengan anggota OPM yang dicari tentara. Keluar dari penjara, kata Natina, ayahnya terlihat kurus dan lebih sering diam.
Kepala Penerangan Komando Daerah Militer Cenderawasih saat itu, Kolonel Muhammad Aidi mengatakan, operasi di Mapenduma murni pembebasan sandera. "Tak ada serangan terhadap sipil. Justru beberapa penduduk lokal membantu tentara dengan menunjukkan jalan," ujarnya.
MAJALAH TEMPO
Pilihan editor: Rukki Sebut 10 Anggota DPR Diduga Terlibat Dalam Pelemahan Pasal Pengendalian Tembakau