INFO NASIONAL – Kehadiran Fatwa Majelis Ulama Indonesia No. 14/Ijtima'ulama/VIII/2024 tentang Prioritas Penggunaan Produk Dalam Negeri menegaskan bahwa boikot terhadap semua produk terafiliasi Israel tetap berlanjut. Sekaligus mendorong penggunaan produk dalam negeri demi mewujudkan kedaulatan ekonomi Indonesia.
Guna mempertegas sikap tersebut, selain penegasan melalui ijtima, Dewan Pimpinan MUI melalui Komisi Ukhuwah Islamiyah mengadakan kegiatan Forum Ukhuwah Islamiyah bertajuk “Ukhuwah Islamiyah dalam Polemik Afiliasi Israel” di Hotel Santika Jakarta, Rabu, 31 Juli 2024.
“Jadi fatwa belum dicabut. Kami dari MUI mengingatkan bahwa fatwa untuk membaikot produk Israel terus berlanjut dan belum dicabut,” ujar Ketua MUI Bidang Dakwah M. Cholil Nafis.
Melalui forum ini yang mengundang 87 ormas Islam termasuk Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, MUI berhadap dapat mengharmonisasikan pemikiran dan sikat untuk menjauhi atau tidak membeli produk-produk yang berafiliasi pada Israel.
Harapan kedua, kata Cholil, forum ini untuk mengharmonisasikan gerakan boikot produk-produk Israel. “Sehingga kita satu pemikiran,” ujarnya. Harmonisasi itu diharapkan juga berlaku bagi pemerintah dan masyarakat. Pemerintah harus bisa mencari produk-produk impor yang tidak terafiliasi Israel. Sedangkan masyarakat dapat menggunakan produk dalam negeri.
"Fatwa MUI tersebut bukti konkret aktualisasi cinta Tanah Air sebagai bagian dari iman kita. Semangat cinta Tanah Air yang dibumikan di sektor perekonomian, yaitu gunakan produk negeri sendiri," tutur Cholil.
Wakil Sekretaris Jenderal MUI Bidang Ukhuwah, KH. Arif Fahrudin, menjabarkan sepuluh kriteria produk nasional yang layak didukung untuk menggantikan produk terafiliasi Israel.
Pertama, produk tersebut dimiliki sepenuhnya oleh perusahaan atau individu Indonesia dengan wewenang/otoritas pengambil keputusan yang menentukan arah atau sikap perusahaan. Untuk perusahaan publik, saham mayoritas dimiliki individu atau perusahaan Indonesia.
Kedua, bahan baku produk diambil dari sumber sumber dalam negeri, maupun mendukung petani dan produsen dalam negeri. Ketiga, rantai pasok produk tersebut melibatkan perusahaan perusahaan nasional, sehingga memberikan manfaat ekonomi pada berbagai sektor dalam negeri.
Keempat, produk tersebut mengandalkan inovasi dan teknologi yang dikembangkan oleh perusahaan atau institusi pendidikan dalam negeri. Kelima, diproduksi dengan metode yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Keenam, produk tersebut berasal dari perusahaan yang berkomitmen untuk mendukung komunitas dalam negeri. Ketujuh, memiliki standar kualitas dan keamanan yang tinggi, serta memiliki sertifikasi dari badan pengawas nasional.
Kedelapan, memberdayakan tenaga kerja nasional. Jajaran manajemen dari level atas hingga bawah adalah WNI. Sembilan, menjalankan bisnisnya dengan transparansi dan etika yang tinggi.
Terakhir, produk tersebut berasal dari perusahaan yang mendorong keberagaman dan inklusivitas dalam praktik bisnisnya. Tidak mendukung nilai-nilai yang bertentangan dengan nilai nilai Pancasila dan Islam.
"Dengan memprioritaskan produk lokal yang bebas dari afiliasi Israel, maka keuntungan mayoritasnya akan beredar di Indonesia di mana para pengendali serta pemegang posisi-posisi kunci pada perusahaan adalah WNI, bukan orang asing," ujar Arif. (*)