TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Kehormatan Dewan Dewan Perwakilan Rakyat atau MKD DPR mengundang Pemimpin Redaksi Tempo Setri Yasra untuk memberikan keterangan atas salah satu laporan jurnalistik ihwal dugaan suap anggota DPR dalam kasus kuota haji pada hari ini Senin, 29 Juli 2024. Tempo tidak memenuhi undangan itu dan memilih untuk meminta pendapat Dewan Pers.
Wakil Pemimpin Redaksi Tempo Bagja Hidayat mengapresiasi undangan tersebut. Namun, dia menyebut redaksinya memutuskan tidak akan menghadiri pemanggilan MKD DPR.
"Terima kasih telah memakai pemberitaan media massa sebagai rujukan dalam membuat kebijakan atau menindaklanjuti perkara yang menjadi perhatian publik," kata Bagja dalam keterangan tertulisnya, Senin, 29 Juli 2024.
Bagja menjelaskan bahwa Tempo mematuhi Pedoman Dewan Pers tentang Penerapan Hak Tolak dan Pertanggungajawaban Hukum dalam Perkara Jurnalistik. Alih-alih memenuhi panggilan MKD DPR, Tempo tengah mengajukan permohonan ke Dewan Pers perihal undangan itu.
"Kami sedang meminta pendapat Dewan Pers atas undangan klarifikasi tersebut," ujarnya.
Bagja menegaskan bahwa laporan mengenai kasus haji itu sudah berdasarkan kaidah jurnalistik.
"Kami telah menerapkan prinsip dan kaidah jurnalistik yang bisa dibaca dengan jelas dalam liputan maupun penjelasan dalam pelbagai platform liputan tersebut," tuturnya.
Berdasarkan surat undangan yang diterima Tempo pada Senin pagi, MKD DPR memanggil Pemimpin Redaksi Tempo Setri Yasra. Awalnya, agenda klarifikasi itu diagendakan pukul 10.00 WIB hari ini. Namun, tidak ada satu pun perwakilan Redaksi Tempo yang menghadiri.
Dalam surat itu, MKD DPR meminta Tempo memberikan klarifikasi ihwal laporan dalam Majalah Tempo Edisi 15-21 Juli 2024 dengan judul "Fulus Haji Plus-Plus".
Laporan itu membahas soal Kementerian Agama yang menetapkan kuota haji khusus secara sepihak yang melanggar undang-Undang. Dalam pemberitaan dalam edisi itu, Tempo mengungkap dugaan jual-beli kuota haji dan suap miliaran rupiah kepada Anggota DPR.
Baca selengkapnya: Modus Hanky-Panki Kuota Haji Khusus di DPR