TEMPO.CO, Jakarta - Istana Kepresidenan telah menerima sejumlah salinan revisi undang-undang yang menjadi perdebatan publik. Pemerintah Presiden Joko Widodo atau Jokowi memiliki waktu 60 hari menggodok revisi UU, sebelum mengirim surat presiden disertai daftar inventarisasi masalah (DIM) ke Senayan.
Staf Khusus Presiden bidang Hukum, Dini Purwono, mengonfirmasi bahwa Kementerian Sekretariat Negara sudah menerima draf revisi UU TNI dan revisi UU Polri. Pejabat di Istana, kemudian memastikan juga sudah menerima salinan revisi UU Kementerian Negara dan UU Keimigrasian.
“Saat ini masih dalam penelaahan untuk proses selanjutnya,” kata Dini kepada Tempo pada Kamis, 13 Juni 2024.
Empat revisi UU itu merupakan usul DPR yang dikuasai oleh mayoritas partai pendukung Pemerintah Jokowi. Parlemen mengesahkan empat revisi UU dalam rapat paripurna DPR RI ke-18 masa persidangan V tahun sidang 2023-2024 di gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, pada Selasa, 28 Mei 2024.
Inisiatif RUU perubahan ketiga atas UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang Polri dan RUU perubahan atas UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, mendapat tantangan keras dari masyarakat sipil dan kelompok hak asasi manusia. Mereka khawatir pengubahan aturan ini menimbulkan penyalahgunaan wewenang di kepolisian dan membuka jalan bagi militer untuk kembali ke urusan sipil.
Salah satu perubahan penting dalam revisi UU Polri adalah ketentuan yang menaikkan usia pensiun petugas polisi dari 58 tahun menjadi antara 60 dan 65 tahun, tergantung pada peran petugas tersebut.
Revisi tersebut juga akan memungkinkan presiden, untuk memperpanjang masa jabatan jenderal polisi bintang empat – pangkat Kapolri – tanpa batas waktu yang jelas. Namun presiden harus terlebih dahulu berkonsultasi dengan DPR. Polisi juga bakal punya kewenangan yang luas sampai dunia maya dan dalam melakukan pengawasan serta pekerjaan intelijen.
Sementara usulan revisi UU TNI bertujuan untuk meningkatkan usia pensiun personel TNI pada pangkat tertentu, termasuk jenderal, dari 53 tahun menjadi antara 58 dan 60 tahun. Kelompok sipil khawatir pengubahan aturan TNI bakal memperbolehkan anggota militer aktif ditempatkan pada posisi apa pun di pemerintahan jika presiden memutuskan perlunya hal tersebut.
Berdasarkan UU TNI saat ini, personel aktif hanya boleh ditempatkan di 10 kementerian dan lembaga, termasuk Kantor Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan; Kementerian Pertahanan; Badan Intelijen Negara (BIN); Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) dan Badan Pencarian dan Pertolongan Nasional (Basarnas).
Catatan Revisi UU Kementerian Negara dan Keimigrasian
Undang-undang Nomor 39 tahun 2008 tentang Kementerian Negara memperbolehkan kementerian paling banyak berjumlah 34. RUU perubahan atas UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara yang disahkan atas inisiatif DPR bakal memungkinkan Presiden terpilih Prabowo Subianto untuk menambah jumlah menteri.
Rencana Prabowo menambah jumlah kementerian hingga 38 hingga 40 diwartakan oleh majalah Tempo dalam laporan utama "Orang Lama Kabinet Baru", yang terbit pada 6 Mei 2024. Orang-orang dekat Prabowo menceritakan Prabowo berupaya membangun koalisi besar untuk menguasai Dewan Perwakilan Rakyat. Tujuannya untuk memungkinkan program pemerintah yang diajukan dapat berjalan mulus. Untuk mengakomodasi koalisi itu, menambah jumlah kementerian menjadi solusinya.
Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, mengatakan revisi UU Kementerian Negara hanya diminta mengatur kewenangan presiden untuk menyesuaikan jumlah kementerian. “Kami belum tahu (jumlahnya), apakah itu kemudian menjadi besar atau menjadi kecil itu hak prerogatif pak Prabowo, yang sedang digodok pada saat ini,” kata Ketua Harian Partai Gerindra kepada Tempo pada Jumat, 14 Juni 2024.
Dasco menuturkan revisi UU Kementerian Negara hanya digunakan untuk mengoptimalkan kementerian-kementerian. Penambahan jumlah kementerian disoroti sejumlah pihak terutama pada aspek efisiensi dan efektifitas.
Sementara sejumlah pegiat demokrasi dan pakar hukum pidana mengkritik RUU Perubahan ketiga UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Pasal yang dikritik dalam revisi UU Keimigrasian ihwal usulan Pasal 16 Ayat (1) huruf b. Pasal itu berbunyi: Orang yang dapat ditolak pihak imigrasi bepergian ke luar negeri sebatas orang yang diperlukan untuk kepentingan penyidikan.
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Muhammad Isnur, mengatakan usulan tersebut kontradiktif dan pelik. Sebab, dengan memberikan keleluasaan kepada pihak yang berperkara meski dalam tahap penyelidikan, hal ini tak sesuai dengan prinsip hukum yang baik. "Ini sama saja memberikan pihak yang berperkara batu pijakan untuk melarikan diri," kata Isnur saat dihubungi, Jumat, 17 Mei 2024.
Pilihan editor: Ridwan Kamil Dinilai Bisa Bawa Efek Ekor Jas bagi Calon Kepala Daerah dari Golkar Jika...