Penjelasan MUI
Adapun Wakil Sekretaris Jenderal MUI Arif Fahrudin mengatakan, MUI memutuskan mengucapkan salam lintas agama bukan implementasi dari toleransi. Fatwa itu ditetapkan melalui Forum Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VIII. Arif menuturkan toleransi beragama tetap memiliki batas.
"Tidak semua aspek dalam Islam bisa ditoleransi. Yang tidak diperkenankan Islam adalah motif mencampuradukkan wilayah akidah dan ritual keagamaan, sehingga mengaburkan garis demarkasi antara wilayah akidah dan muamalah," ujar Arif dikutip dari situs web resmi MUI, Sabtu, 1 Juni 2024.
Meski begitu, dia menegaskan toleransi antarumat beragama sangat penting, seperti yang dipraktikkan oleh Nabi Muhammad. Dia menyebutkan karakter itu sangat dicintai oleh Allah SWT.
Menurut Arif, keputusan dari fatwa itu telah memperhatikan pertimbangan kondisi sosial dan budaya masyarakat Indonesia yang plural. Dia mencontohkan, apabila ada suatu wilayah yang penduduknya minoritas beragama Islam, maka secara budaya mereka tak bisa menghindari tradisi interaksi lintas agama.
Sebab, kata dia, sikap itu dinilai sebagai bentuk kerukunan. Jika tidak melakukan salam lintas agama, ada kekhawatiran Islam dipandang tidak mendukung kerukunan antarumat beragama. Maka, mereka dianggap memiliki alasan untuk bersalaman selama tidak diniatkan sebagai ibadah amaliah dan akidah. Begitupun dengan pejabat publik misalnya, ketika menyampaikan sambutan.
“Pejabat juga diharapkan menggunakan redaksi salam nasional agar semua pihak terangkum di dalamnya. Namun, jika hal di atas tidak memungkinkan, maka pejabat publik atau pejabat di pemerintahan juga mendapat alasan syar'i dengan syarat tidak diniatkan sebagai bentuk sinkretisme ibadah, ” ujarnya.
Arif yakin rakyat Indonesia sudah memahami makna toleransi beragama sehingga mereka tidak langsung menghakimi orang yang tidak mengucapkan salam lintas agama. Dia mengatakan jangan sampai ada yang menilai mereka intoleran atau antikebangsaan. Sebaliknya, jika mengucapkan salam lintas agama, otomatis dianggap toleran.
Dia menegaskan pentingnya menjaga moderasi beragama dengan memposisikan toleransi antarumat beragama dengan proporsi yang sama.
"Saling menghormati, saling menghargai, dan saling memperkuat kerukunan tanpa terjebak ke dalam praktik ekstremisme yang sempit dan toleransi yang melewati batas akidah dan syariah," tuturnya.
AISYAH AMIRA WAKANG | ANTARA
Pilihan Editor: Respons PBNU Soal Polemik Salam Lintas Agama