TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah pegiat demokrasi dan kelompok masyarakat sipil mengkritisi rencana pembentukan Dewan Media Sosial alias DMS oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Pembentukan DMS disinyalir bakal tak sesuai konsep yang direkomendasikan.
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia atau YLBHI, Muhammad Isnur, mengatakan penolakan usulan masyarakat sipil yang direpresentasikan Southeast Asia Freedom of Expression Network alias SafeNet pada revisi kedua Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) lalu menjadi penanda.
Masalahnya, ia mengatakan, dengan tidak adanya Undang-Undang yang melandasi pembentukan Lembaga ini. Pelik rasanya apabila pembentukan DMS diklaim akan sama posisinya dengan Dewan Pers.
"Jika Undang-Undangnya saja tidak ada, bagaimana bisa diklaim komposisinya independen," kata Isnur kepada Tempo, Senin, 27 Mei 2024.
Dewan Pers, dia melanjutkan, dibentuk dengan dilandasi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang mana komposisi para anggotanya dipilih dari kalangan akademisi, insan pers, hingga masyarakat sipil yang diatur oleh Undang-Undang.
Pun, SafeNet yang mengusulkan pembentukan DMS ini kepada Kominfo, merekomendasikan agar model pembentukan DMS serupa dengan model pembentukan Dewan Pers yang independen.
"Tetapi, saat revisi kedua UU ITE usulan SafeNet untuk melibatkan unsur masyarakat dalam penyelesaian sengketa di media sosial kan ditolak oleh DPR. Di mana independensinya," ujar Isnur.
Adapun rencana pembentukan DMS dikemukakan kembali oleh Menteri Kominfo, Budi Arie Setiadi saat ditemui Tempo di rumah dinasnya, Kamis lalu. Dia mengatakan, pembentukkan DMS seperti yang menjadi kajian UNESCO dan usulan SAFEnet akan berfungsi sebagai Lembaga mediasi manakala terjadi sengketa di media sosial.
Budi Arie mengklaim, DMS saat dibentuk akan bersikap serupa seperti Dewan Pers, yaitu menjadi Lembaga independen yang berkomposisikan jejaring lintas pemangku kepentingan seperti kelompok Masyarakat sipil, akademisi, insan pers, praktisi dan lainnya. “Kami menjamin kebebasan berpendapat,” kata Budi Arie.
Ketua relawan pendukung Presiden Joko Widodo tersebut melanjutkan, DMS nantinya akan menjadi mediator terhadap pelbagai persoalan sengketa di media sosial, termasuk konten yang berindikasi melakukan pelanggaran Undang-Undang tentang ITE.
Dia mengatakan, DMS akan berupaya menjadi ruang awal untuk menyelesaikan persoalan sengketa tersebut. “Banyak hal yang bisa diselesaikan tidak lewat jalur pengadilan. Salah satunya melalui mediasi,” ujar Budi Arie.
Kendati begitu, ia tak menampik jika saat DMS terbentuk, lembaga ini akan menjadi lembaga yang cukup banyak menerima aduan ihwal sengketa di media sosial.
“Tidak ada masalah (banjir laporan), karenanya kita harus menjaga ruang digital kita supaya lebih baik,” ucap Budi Arie. Nantinya, saat DMS terbentuk, Lembaga ini dapat menjadi mitra strategis pemerintah dalam mengelola media sosial.
Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat atau ELSAM, Wahyudi Djafar, mengatakan dengan tidak adanya Undang-Undang yang melandasi rencana pembentukkan DMS ini, maka sulit rasanya apabila DMS nantinya dibentuk dengan memiliki posisi yang serupa dengan Dewan Pers, yaitu sebagai lembaga yang independen. “Membentuk lembaga independen itu syaratnya dibentuk oleh Undang-Undang. Jika usulan dalam revisi kedua Undang-Undang ITE saja ditolak, bagaimana bisa dikatakan ini akan independen,” kata Wahyudi.
Memang, dia melanjutkan, usulan untuk membentuk DMS merupakan usul yang dikemukakan oleh SAFEnet kepada Menkominfo. Namun, Wahyudi skeptis apabila Kominfo akan merealisasikan gagasan SAFEnet ihwal pembentukkan DMS sebagaimana konsep yang disajikan dalam kajian UNESCO.
Penolakan usulan merevisi Pasal 40 Ayat 2c, menjadi preseden bahwa pembentukkan DMS akan independen. “Pada revisi kedua itu, tidak ada perubahan signifikan pada Pasal 40 Ayat 2c. Saya membaca, revisi itu justru memperkuat kewenangan pemerintah dengan dalih memoderasi konten,” ujar dia.
Menkominfo, Budi Arie Setiadi, memastikan pembentukkan DMS nantinya akan melibatkan unsur akademisi dan Masyarakat sipil dalam komposisinya.
Dia mengatakan, Kominfo serius dalam menanggapi gagasan yang disampaikan SAFEnet dan menjadi rekomendasi UNESCO. Apalagi, di sejumlah negara Eropa, pembentukkan DMS sudah dilakukan dalam memoderasi konten dan tata kelola media sosial. “Kami sedang kaji dan akan sosialiasasi saat benar terbentuk nanti,” ujar Budi Arie.
ANDI ADAM FATURAHMAN | FRANCISCA CHRISTY ROSANA
Pilihan Editor: Akui Usulkan Pembentukan Dewan Media Sosial, SafeNet Harap Kominfo Lakukan Peninjauan Ulang