Sindiran impor beras jadi ladang "permainan" yang diungkapkan Megawati bukanlah tudingan tanpa bukti. Salah satu kasus korupsi impor beras yang fenomenal justru terjadi di era pemerintahan Presiden ke-5 RI itu, era 2001-2004. Pada Januari 2003, Indonesia mengadakan kerja sama dengan Vietnam untuk impor beras. Impor digawangi Induk Koperasi Unit Desa (Inkud) dari pihak Indonesia dan Vietnam Southern Food Corporation (VSFC) dari pihak Vietnam.
Ketua Umum Inkud Nurdin Halid meneken MoU dengan pihak VSFC pada 21 Januari. Atas kerja sama itu, Nurdin meminta Kairuddin Nur, Direktur Utama Inkud, membuat perjanjian sales and purchase contract of rice dengan VSFC sebagai penjual dan Inkud sebagai pembeli. Setelah itu, Nurdin dan Kepala Divisi Hutan dan Industri Perkayuan Kediri Inkud Achmad Soebadio Lamo, manajer Inkud JackTanim, Andi Bahdar Saleh, serta Idrus Marham bertemu dengan Dirut PT Hexatama Finindo, Gordianus R Setyo Lelono dan Setya Novanto untuk membicarakan kerja sama pembiayaan impor beras dari Vietnam.
Dalam pertemuan itu, PT Hexatama Finindo bertindak sebagai penjamin Letter of Credit (L/C) untuk membiayai impor beras dari Vietnam yang dilakukan oleh Inkud. Sementara itu, Kairuddin Nur membuat surat kuasa kepada Achmad Soebadio Lamo untuk bertindak atas nama Dirut Inkud untuk melaksanakan kerja sama tersebut. Dalam praktiknya, Nurdin Halid, Kairuddin Nur, dan Achmad Soebadio Lamo diduga berkerja sama untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Akibatnya, mereka kemudian berurusan dengan penegak hukum.
Kasus tersebut diungkap Lembaga Advokasi Reformasi Indonesia (LARI). Ketika itu, Setya Novanto dilaporkan terkait dugaan korupsi penyelundupan 60 ribu ton beras yang diimpor PT Hexatama Finindo atas perintah Inkud. Modusnya, perusahaan agen pengapalan memalsukan dokumen kedatangan kapal. Jumlah beras yang diimpor dipalsukan dari 60 ribu ton menjadi hanya 900 ton. Negara pun dirugikan karena setoran pajak berkurang.
Dugaan korupsi tersebut pernah dilaporkan ke Kejagung dan Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK. Penyidik PNS Ditjen Bea Cukai pernah menetapkan Kapten Firdaus Yahya, petugas operasional PT Newships Nusa Bersama, perusahaan pelayaran yang ditunjuk PT Hexatama menjadi agen kapal pengangkut beras dari Vietnam; Nurdin Halid, Kairuddin Nur, dan Achmad Soebadio Lamo, Jack Tanim, sebagai tersangka.
Pengadilan Negeri Jakarta Utara mendakwa mereka secara bersama-sama melakukan tindak pidana kepabeanan dengan mengeluarkan sebanyak 59.100 ton dari 60.000 ton beras Vietnam dari kawasan pabean tanpa prosedur dari Bea Cukai, tanpa Pemberitahuan Impor Barang (PIB). Adapun sebanyak 900 ton dengan PIB. Jumlah sebanyak 60.000 ton tersebut merupakan hasil MoU dari rencana pengimporan beras sebanyak 500.000 ton dari Vietnam dengan Deputy General VSFC, Cao Thi Ngo Hoa.
Beras yang dikeluarkan tanpa PIB tersebut kemudian dijual PT Hexatama Finindo kepada Jack Tanim. Inkud mendapatkan keuntungan atas penjualan beras tersebut sebesar Rp 750 juta. Negara dirugikan sekitar Rp 25,4 miliar dari potensi Pajak Dalam Rangka Impor dan Pajak Penghasilan sebesar Rp 3,1 miliar. Menurut jaksa, meskipun pengeluaran beras dilakukan oleh Jack Tanim dan Andi Bahdar Saleh, keduanya belum tertangkap saat itu, Inkud selaku pemegang Nomor Pengenal Impor Khusus harus bertanggung jawab.
Dikutip dari antikorupsi.org, pada Selasa, 9 Agustus 2005, Pengadilan Negeri Jakarta Utara memvonis hukuman penjara selama 2 tahun 6 bulan kepada Nurdin Halid. Menurut Majelis Hakim terdakwa terbukti bersalah melanggar kepabeanan atas impor beras dari Vietnam. Selain Nurdin, terdakwa lain, yakni Achmad Soebadio Lamo divonis hukuman yang sama. Sementara itu, terdakwa Kairuddin Nur diberikan hukuman 1 tahun 6 bulan pidana penjara. Terdakwa juga diharuskan membayar denda Rp 250 juta atau diganti dengan hukuman empat bulan penjara.
"Tujuan hukuman pidana sebagai tindakan preventif dan kuratif atau sebagai bentuk pencegahan dan pembelajaran agar tindakan yang sama tak terulang kembali,"ujar Hakim Ketua Humuntal Pane di Ruang Cakra, Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum, menuntut para terdakwa masing-masing dikenai hukuman empat tahun penjara ditambah denda masing-masing Rp 250 juta. Majelis hakim menganggap ketiga terdakwa secara sah dan menyakinkan melanggar pasal 103 huruf b Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan junto pasal 55 ayat (1)ke-1 KUHP. Salah satu barang bukti yang disita negara adalah uang sebesar Rp 750 juta yang merupakan fee yang dibayarkan PT Hexatama Finindo kepada Inkud atas penjualan beras sebanyak 59.100 ton.
Kasus berlanjut, penegak hukum mengendus adanya keterlibatan pihak Bea Cukai (BC). Dugaan keterlibatan itu terungkap setelah Dirut PT Hexatama Finindo Gordianus Setya Lelono ditetapkan menjadi tersangka. Hendarman Supandji, Jampidsus saat itu, mengatakan, tim penyidik bekerja keras untuk mengungkap keterlibatan sejumlah nama dari kalangan pejabat BC. Sebuah sumber menyebutkan, pihak BC yang diduga kuat terlibat adalah berinisial MZ. LARI mempunyai bukti rekaman video keterlibatan itu.
Singkat cerita, Kejaksaan Agung memutuskan untuk menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan atau SP3 perkara dugaan korupsi dalam impor beras ilegal dengan tersangka Gordianus Setio Lelono, Direktur PT Hexatama Finindo. Keputusan diambil karena tidak cukup bukti bagi penyidik untuk mengajukan Gordianus sebagai pihak yang terlibat dalam perkara dugaan korupsi tersebut.
"Dia juga tidak tahu perbuatan korupsi itu, kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kemas Yahya Rahman," saat dihubungi media pada Selasa, 15 Januari 2008.
HENDRIK KHOIRUL MUHID | YULIAWATI
Pilihan Editor: Menjelang Penutupan Rakernas PDIP, Berikut 5 Penegasan Megawati