TEMPO.CO, Batam - Warga Rempang geram dengan adanya organisasi yang mengatasnamakan masyarakat. Apalagi pernyataan organisasi yang belakangan menyebut diri sebagai Perkumpulan Rempang Galang Bersatu (PRGB) itu membuat masyarakat Rempang seolah menerima relokasi.
"Kami tidak setuju dengan PRGB tersebut, kalau dilihat dari pernyataan PRGB kami tetap digusur, sedangkan kami tak mau digusur sedikitpun," kata M Aris, salah seorang warga Rempang usai menggelar aksi tolak relokasi di laut Pulau Rempang, Senin, 20 Mei 2024.
Aris mengatakan, meskipun PRGB menjanjikan akan menjadi jembatan untuk warga dan pemerintah dengan menawarkan perumahan nuansa Melayu, Aris menegaskan tidak akan mau direlokasi meskipun dijanjikan rumah dengan nuansa Melayu itu. "Kalau mau tata kampung, tata saja kampung kami ini, jangan dipindahkan ke Tanjung Banun," ujarnya.
Aris juga menegaskan, tidak pernah tau dengan adanya PRGB tersebut. "Tiba-tiba sudah ada saja organisasi yang mengatasnamakan Rempang, kami tidak tau sama sekali itu, kami sudah mau mati-matian disini, malah tidak tau organisasi itu," kata dia.
Begitu juga yang dikatakan Miswadi. Menurut dia, pernyataan PRGB yang menyatakan masyarakat bersedia ditata kampungnya di Tanjung Banon dengan rumah bernuansa Melayu artinya tetap saja warga digusur. "Kami tak butuh rumah bernuansa Melayu, kami butuh kampung kami, kami sudah punya kampung, sudah punya rumah, yang kami butuh kampung kami, kami tetap menolak relokasi, kami mau laut dan darat kami tetap seperti ini," katanya.
Miswadi juga menegaskan tidak pernah diajak oleh PRGB. "Intinya investasi akan merusak lingkungan, pasti kami akan tolak, kalau laut sudah rusak, apa yang kami dapat," kata dia.
Sebelumnya beredar video di media sosial beberapa orang pendiri dan pengurus PRGB mengaku mewakili masyarakat Rempang. Kelompok itu mengatakan akan menjadi penengah antara warga dan pemerintah.
Pilihan Editor: Ratusan Warga Hadiri Halalbihalal Rempang, Terus Suarakan Tolak Relokasi