TEMPO.CO, Jakarta - Franz Magnis Suseno mempertanyakan masa depan demokrasi Indonesia apabila semua partai politik bergabung dalam pemerintahan Prabowo.
Guru besar filsafat di Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara ini membayangkan bagaimana jadinya demokrasi Indonesia apabila tidak ada partai politik yang beroposisi.
“Bayangkan nanti, misalnya, pemerintah memuat semua partai. Semua mendukung pemerintah karena semua partai dapat kementerian. Kedudukan yang diharapkan. Gembira-gembira. Siapa yang mewakili rakyat? Apa ada perwakilan rakyat? Tidak ada itu,” kata Franz Magnis dalam diskusi terbuka yang digelar STF Driyarkara, Jakarta Pusat, Senin, 20 Mei 2024.
Franz mengatakan apakah nanti sistem pemerintahan Indonesia bakal menjadi absolut seperti yang dilakukan Xi Jinping di Cina. Sebab, kata dia, Cina menerapkan kekuasaan mutlat di bawah Xi Jinping. Melalui sistem ini, Cina dengan cara yang tidak demokratis mengangkat 8 juta orang dari kemiskinan dalam waktu 20 tahun.
Franz tidak tahu apakah Indonesia akan menuju ke sana dengan sistem kekuasaan yang absolut. Namun ia berharap Indonesia tetap demokrasi. Sebab demokrasi berarti kemerdekaan.
“Merdeka itu berarti bebas, bebas itu berarti setiap orang ikut menentukan negara. Tetapi memang itulah yang akan kita hadapi di tahun-tahun mendatang,” ujar dia.
Gelagat bahwa pemerintahan Prabowo akan menggandeng semua partai untuk masuk dalam pemerintahannya terlihat dari adanya revisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.
Badan Legislasi DPR telah menyepakati revisi UU Kementerian Negara ini menjadi usul inisiatif DPR.
Ada tiga muatan yang direvisi oleh DPR RI, Pertama, penghapusan Pasal 10 UU Kementerian Negara mengenai pengangkatan wakil menteri. Pasal tersebut berbunyi “Dalam hal terdapat beban kerja yang membutuhkan penanganan secara khusus, presiden dapat mengangkat wakil menteri pada kementerian tertentu.”
Kedua, perubahan Pasal 15 UU Kementerian Negara mengenai jumlah kementerian paling banyak 34 orang. Pasal yang sebelumnya berbunyi “Jumlah keseluruhan kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14 paling banyak 34 (tiga puluh empat),” diubah menjadi “ditetapkan sesuai dengan kebutuhan presiden dengan memperhatikan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan.” Artinya, presiden bisa bebas menetapkan berapa jumlah kementeriannya.
Ketiga, penambahan ketentuan mengenai tugas pemantauan dan peninjauan undang-undang Undang-undang Kementerian Negara. Adapun materi ini akan ada di Ketentuan Penutup.
Dengan revisi ini, apabila disahkan, Presiden terpilih Prabowo Subianto bebas menentukan jumlah kementerian dan lembaga yang dia inginkan. Dalam UU Kementerian Negara, presiden hanya diperbolehkan membuat maksimal 34 kementerian.
Usulan revisi UU Kementerian Negara muncul di tengah wacana Prabowo bakal menambah jumlah kementerian dalam kabinetnya. Majalah Tempo edisi “Bagi-bagi Jatah Menteri” Ahad, 5 Mei 2024, melaporkan bahwa Prabowo berupaya membangun koalisi besar di pemerintahannya. Ia berencana untuk menambah kementerian saat ini dari 34 menjadi 40 kementerian. Penambahan ini ditengarai untuk mengakomodir politik daging sapi dengan membagikan jatah menteri ke semua partai politik.
Ketua Harian Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad tak menampik adanya rencana tersebut. "Kami sedang mengkaji dan mensimulasikan apakah jumlah kementerian tetap atau bertambah sesuai dengan kebutuhan," ujar
Dasco.
Pilihan Editor: Prabowo Bantah Disebut Bakal Turunkan Kualitas Demokrasi Indonesia
EKA YUDHA SAPUTRA | DEFARA DHANYA PARAMITHA | ANDI ADAM FATURAHMAN | MAJALAH TEMPO