INFO NASIONAL - Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) secara tegas menolak wacana pemerintah yang membuka peluang bagi Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) dan Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) untuk mengelola dana Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP) milik pekerja, Jumat, 17 Mei 2024. Sikap tegas ini disampaikan menyusul diterbitkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
Ketua Majelis Penasihat Organisasi (MPO) KSBSI, Rekson Silaban, menegaskan bahwa penyelenggaraan jaminan sosial harus dikelola secara terpadu dan tidak boleh diserahkan kepada banyak lembaga. "Asuransi swasta dan lembaga keuangan tidak boleh mengganggu jaminan sosial dasar di BPJS," ujar Rekson,
Rekson meminta pemerintah lebih fokus mendorong peningkatan jumlah pekerja yang terlindungi oleh program jaminan sosial ketenagakerjaan, mengingat saat ini hanya 17 persen pekerja yang terdaftar dalam program Jaminan Pensiun.
Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, juga menyuarakan ketidaksetujuannya terhadap konsep tersebut. Menurutnya, jika iuran JHT dan JP diserahkan kepada DPPK atau DPLK, maka uang buruh akan disandingkan dengan kompensasi PHK, yang bisa merugikan buruh.
Selain itu, Timboel menyoroti banyaknya masalah yang dihadapi oleh DPPK dan DPLK, yang dapat berpotensi menyebabkan hilangnya dana buruh. Ia menegaskan bahwa pengelolaan dana JHT dan JP harus mengacu pada sembilan prinsip Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). "Ini akan merugikan buruh. Hasil survei mengatakan bahwa pekerja menolak karena Pasal 58 PP No. 35 Tahun 2021, lalu karena banyak DPPK/DPLK yang bermasalah, DPPK atau DPLK merupakan asuransi komersial yang tidak mengikuti sembilan prinsip SJSN, sedangkan Program JHT dan JP harus mengacu pada sembilan prinsip SJSN," kata Timboel.
Merespons perubahan-perubahan ini, KSBSI menggelar Seminar Memperkuat Peran Serikat Buruh Dalam Mengawal Aturan Turunan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) dan Penguatan Tabungan Pekerja pada Jaminan Sosial Ketenagakerjaan. Kegiatan yang dihadiri oleh perwakilan dari 11 federasi afiliasi KSBSI, Komite Pemuda dan Lingkungan KSBSI, Komisi Kesetaraan KSBSI, serta LBH KSBSI, berlangsung di Hotel Bumi Wiyata, Depok, pada Rabu, 15 Mei 2024 lalu.
Sekretaris Jenderal Dewan Eksekutif Nasional KSBSI, Dedi Hardianto, menjelaskan bahwa seminar ini bertujuan untuk menyusun kertas posisi serikat buruh KSBSI terhadap UU P2SK. "Seminar ini bertujuan untuk mengidentifikasi serta mendapatkan masukan dari peserta seminar terkait apa saja yang akan diatur dalam aturan turunan atau Peraturan Pemerintah. Lalu mengetahui apa saja tantangan yang dihadapi dalam UU P2SK," kata Dedi Hardianto.
Dalam seminar tersebut, berbagai pemangku kepentingan dari KSBSI menyampaikan pandangan mereka mengenai dampak UU P2SK terhadap pekerja. Fokus utama adalah pada potensi risiko jika pengelolaan dana JHT dan JP diserahkan kepada DPLK dan DPPK, yang dianggap tidak memiliki landasan prinsip yang kuat seperti yang dipegang oleh BPJS Ketenagakerjaan.
KSBSI menegaskan bahwa jaminan sosial adalah hak dasar pekerja yang harus dikelola dengan penuh tanggung jawab dan transparansi. Penyerahan pengelolaan dana tersebut kepada lembaga komersial dinilai bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar jaminan sosial yang mengedepankan perlindungan dan kesejahteraan pekerja.
Sebagai organisasi yang konsisten memperjuangkan hak-hak buruh, KSBSI akan terus mengawal setiap kebijakan yang berpotensi merugikan pekerja. Mereka juga menekankan pentingnya kolaborasi antara serikat buruh, pemerintah, dan pemangku kepentingan lainnya untuk memastikan bahwa kepentingan pekerja selalu menjadi prioritas utama dalam setiap kebijakan yang dibuat.
Dengan adanya seminar dan diskusi seperti ini, diharapkan pemahaman dan kesadaran akan pentingnya pengelolaan dana jaminan sosial secara bijaksana dan bertanggung jawab dapat semakin meningkat, serta mampu mendorong terciptanya sistem jaminan sosial yang lebih kuat dan berkelanjutan di Indonesia.(*)