TEMPO.CO, Jakarta - Kaukus Indonesia Kebebasan Akademik (KIKA) menyerukan beberapa hal atas praktik pelanggaran etik berat di bidang akademik yang belakangan menyeret mantan Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Nasional (Unas), Kumba Digdowiseiso.
Sebelumnya, Kumba diduga mencatut nama dosen Universitas Malaysia Terengganu (UMT) dalam publikasi ilmiahnya. Ada nama 24 staf di UMT yang tanpa sepengetahuan mereka masuk dalam daftar penulis di publikasi ilmiah Kumba. Berdasarkan profil Google Scholar, Kumba juga telah menerbitkan setidaknya 160 makalah di 2024.
KIKA menilai bahwa kasus Kumba tak tunggal dan tak sendirian atau personal, melainkan sistemik. Berikut poin yang diserukan oleh KIKA berkaitan dengan pelanggaran kebebasan akademik.
1. Imbau Akademisi Jaga Integritas Akademik
KIKA mengingatkan pada semua akademisi untuk menjaga integritas akademik. Hal tersebut semestinya diupayakan dengan melahirkan karya kebaharuan dan penemuan atau novelty and invention yang signifikan. Serta mendorong perkembangan ilmu pengetahuan di kampus dan masyarakat.
"Kebebasan akademik memerlukan tanggung jawab para akademisi untuk menjaga integritas akademik," tulis KIKA dalam rilis yang diterima Tempo, Kamis, 18 April 2024.
2. Mendesak Mendikbudristek Copot Status Guru Besar Kumba
KIKA meminta Mendikbudristek, Nadiem Makarim tidak ragu membatalkan status guru besar milik Kumba Digdowiseiso bila terbukti melanggar integritas akademik. Selain itu, pencopotan juga berlaku bagi guru besar lainnya yang terbukti mendapatkan gelar tertinggi tersebut yang didapat dengan melanggar integritas akademik.
"Pembatalan guru besar perlu pula dilakukan terhadap para
akademisi yang menggunakan cara, metode, dan proses manipulasi yang terus bersiasat dalam skema kenaikan jabatan fungsional."
3. Dugaan Akses Politik atas Gelar Guru Besar
KIKA menduga kuat lonjakan guru besar sepanjang 2023 dihasilkan dengan cara, metode, dan proses manipulasi. Upaya tersebut dinilai telah melibatkan sejumlah pihak, baik di internal kampus, yakni fakultas dan universitas, broker perjurnalan berikut jaringan mafia publikasi, dan bahkan pemerintah.
"Bukan tidak memungkinkan melibatkan peran reviewer atau internal Dikti yang kerapkali ditemui transaksional untuk memuluskan kenaikan jabatan fungsional guru besar," tulis KIKA.
Koordinator KIKA, Satria Unggul, mengatakan, kasus Kumba membuka kotak pandora masalah integritas akademik di Indonesia. Selama ini sudah banyak terjadi pelanggaran akademik seperti plagiasi, kartel publikasi, hingga pengangkatan Guru Besar (GB) menimbulkan persoalan terkait kejujuran.
"Pelanggaran itu bahkan secara sistematis melibatkan oknum Kemendikbudristek dalam meloloskan calon guru besar yang dianggap tidak layak," kata Satria dalam konferensi pers via Zoom, Kamis.
4. Dampak Pelanggaran Akademik yang Merugikan
Bila praktik pelanggaran tersebut tak hendak dihentikan, KIKA menegaskan bahwa hal ini akan menjadi kewajaran dan dapat berulang sehingga berdampak pada karut marut soal jabatan Guru Besar.
Akibatnya, yakni mempermalukan dunia akademik, merugikan uang negara, membentuk ketidakpercayaan publik pada dunia kampus, serta meruntuhkan muruah universitas di tengah komunitas akademik dan keilmuan di level nasional maupun internasional. "Semoga semua pihak menjaga integritas akademik di republik ini."
HENDRIK YAPUTRA
Pilihan Editor: Kumba Digdowiseiso Publikasi 160 Jurnal di 2024, KIKA Duga Ada Praktik yang Salah