TEMPO.CO, Jakarta - Pakar Hukum Tata Negara menyatakan tidak sependapat dengan pernyataan Wakil Ketua Tim Hukum pasangan Prabowo-Gibran, yaitu Fahri Bachmid ihwal banjirnya permohonan amicus curiae ke Mahkamah Konstitusi atau MK yang dianggap menjadi bentuk intervensi terhadap lembaga peradilan.
Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah atau Castro mengatakan, amicus curiae merupakan upaya untuk memberikan hakim pemikiran alternatif saat mempertimbangkan hal-hal dalam memutus perkara. "Maka keliru jika ini dinilai mengintervensi," kata Castro saat dihubungi, Kamis, 18 April 2024.
Pernyataan Fahri Bachmid ihwal amicus curiae adalah upaya mengintervensi, kata Castro, justru akan membuat lembaga peradilan kehilangan independensinya. Sebab, dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2000 tentang Kekuasaan Kehakiman, permohonan amicus curiae telah diatur pada ketentuan di Pasal 5 Undang-Undang tersebut.
Sehingga, Castro melanjutkan, amicus curiae diperlukan dan mesti ditampung dan dipertimbangkan oleh hakim karena merupakan nilai-nilai yang berkembang di masyarakat. "Jadi hal-hal yang tidak masuk dalam dinamika persidangan bisa ditutupi dengan memasukan amicus curiae," ujar dia.
Sebelumnya, Fahri Bachmid mengatakan, amicus curiae yang dimohonkan pada saat Majelis melakukan rapat permusyawaratan hakim atau RPH adalah bentuk lain dari sikap intervensi kepada lembaga peradilan yang dibingkai dalam format hukum.
Pengajar di Universitas Muslim Indonesia itu berharap agar masyarakat dapat memberi keluasan bagi hakim konstitusi untuk memutus perkara sengketa pilpres secara objektif, tanpa "latah" mengikuti fenomena permohonan amicus curiae.
"Kami harapkan MK sejauh mungkin menghindarkan diri dari fenomena kontemporer amicus curiae ini," katanya.
Castro kembali tidak sependapat dengan pernyataan Fahri. Dia mengatakan, amicus curiae dapat dimohonkan kapan saja, baik pada masa persidangan berlangsung maupun saat fase krusial seperti RPH ini. "Lagipula hakim yang memutuskan. Toh, keterangan ahli saja belum tentu diterima sebagai pertimbangan. Tidak usah khawatir soal amicus curiae. Ini bukan intervensi," ujar Castro.
Pakar Kepemiluan dari Universitas Gadjah Mada, Yance Arizona sepakat dengan pendapat Castro. Dia mengatakan, amicus curiae bukanlah bentuk intervensi terhadap lembaga peradilan. Amicus curiae diperlukan sebagai pemberi perspektif alternatif bagi hakim dalam memutus perkara. "Ini partisipasi publik, tidak bisa dikatakan sebagai intervensi," kata Yance.
Kepada hakim konstitusi, Yance berharap agar amicus curiae yang dimohonkan pelbagai pihak dapat dibahas dan dijadikan sejumlah pertimbangan putusan. "Agar ke depan hal ini memberikan dampak positif terhadap praktik peradilan," ujar Yance.
Amicus curiae atau sahabat pengadilan merupakan masukan dari individu ataupun organisasi yang bukan bertindak sebagai pihak dalam perkara, namun menaruh perhatian atau lebih berkepentingan terhadap suatu kasus.
Pilihan Editor: Jelang Putusan Sengketa Pilpres MK: Banjir Amicus Curiae dan Rencana Demo Pendukung Prabowo
ANDI ADAM FATURAHMAN || AMELIA RAHIMA SARI