TEMPO.CO, Jakarta - Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia atau Formappi, berharap DPR tetap menerapkan aturan pada Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD atau MD3 dalam menjalankan mekanisme pemilihan Ketua DPR selanjutnya.
Peneliti Formappi, Lucius Karus mengatakan, penetapan kursi Ketua DPR dapat dilakukan dengan menerapkan aturan Undang-Undang MD3 yang dibuat pada 2014 silam, yaitu dengan proporsional berdasarkan perolehan jumlah kursi terbanyak partai. "Agar check and balances antara eksekutif dan legislatifnya," kata Lucius saat dihubungi, Sabtu, 6 April 2024.
Dengan mekanisme proporsional, Lucius melanjutkan, maka bukan tidak mungkin upaya manuver politik untuk merevisi Undang-Undang MD3 batal terjadi.
Dia menjelaskan, merujuk pada ketentuan yang termaktub pada Undang-Undang MD3, terdapat satu pasal yang mengatur ihwal bagaimana mekanisme pemilihan Ketua DPR, yaitu Pasal 427D.
Pasal ini, Lucius menjelaskan, mengatur soal mekanisme penentuan pimpinan DPR untuk hasil pemilu setelah Pemilu 2019. Ketentuan pada Pasal ini jugalah yang mengembalikan mekanisme penentuan pemilihan Ketua DPR saat Undang-Undang MD3 direvisi, dan melanggengkan jalan Setya Novanto ke pucuk pimpinan Senayan.
Dengan menerapkan mekanisme peraih jumlah kursi terbanyak dan dinamika yang terjadi saat ini, kata dia, muruah demokrasi dapat terjaga karena antara legislatif dan eksekutif tidak berasal dari satu koalisi partai politik yang sama. "Jadi kalau PDIP di DPR, eksekutifnya dari Gerindra yang di Pilpres bersebrangan. Ini akan menghidupkan fungsi pengawasan parlemen kita," katanya.
Wakil Sekretaris Jenderal PKB, Syaiful Huda sepakat dengan usulan Formappi. Dia mengatakan, meski PKB belum secara resmi menyatakan sikap terhadap wacana pengguliran revisi Undang-Undang MD3, secara pribadi Huda berharap DPR tetap berpedoman pada aturan lama dalam menentukan kursi pemimpin DPR.
Penerapan aturan lama, kata Huda, menjadi bentuk penghormatan terhadap fatsun suara rakyat yang telah dititpkan kepada partai politik di Senayan. "Saya pribadi menyarankan Ketua dipilih berdasarkan partai yang menang di pemilu," ujarnya.
Golkar dan Demokrat Klaim Tidak Ada Revisi Undang-Undang MD3
Kamis lalu, Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad mengklaim, mayoritas Fraksi partai di Senayan saat ini menolak, ihwal wacana untuk merevisi Undang-Undang MD3, meski masuk dalam program legislasi nasional prioritas DPR 2024.
Wakil Ketua Fraksi Partai Demokrat, Herman Khaeron mengatakan, jika Demokrat belum memiliki keinginsn dan alasan jelas untuk mendorong digulirkannya revisi Undang-Undang tentang MD3 ini. "Kami wait and see saja saat ini, belum ada urgensi juga," kata Herman.
Partai Golongan Karya atau Golkar memastikan tidak akan mendorong digulirkannya wacara revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD atau MD3.
Politikus Partai Golkar, Firman Soebagyo mengatakan, tidak ada arahan apapun yang diintruksikan Dewan Pimpinan Pusat kepada para legislator Golkar di Senayan. "Tidak ada lobi-lobi soal revisi," kata Firman saat dihubungi Tempo, Sabtu, 6 April 2024.
Golkar, Firman melanjutkan, sejak awal telah memastikan tidak terlibat dalam wacana revisi Undang-Udang MD3. "Bahkan sampai sekarang tidak ada kami punya rencana itu.
Jikalau, kata dia, Badan Legislasi DPR memasukan revisi Undang-Undang MD3 menjadi program legislasi nasional prioritas, hal tersebut bukannya suatu hal yang baru terjadi. "Sejak 2019 sudah kerap masuk prolegnas," ucapnya.
Pillihan Editor: Digadang Pilkada Sumut, Bobby Nasution Hadiri Pengarahan Balon Kepala Daerah Golkar