TEMPO.CO, Jakarta - Hakim Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat mencecar Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) karena pemberian sanksi ke KPU yang berupa peringatan terakhir terus-menerus.
"Amarnya kemarin itu muncul di persidangan itu, amar yang pertama, memberi sanksi kepada seluruh anggota KPU dengan teguran keras ya?" tanya Arief dalam sidang sengketa Pilpres 2024 di Gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat, 5 April 2014.
Adapun amar yang dimaksud adalah soal putusan DKPP soal pendaftaran Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai calon presiden dan calon wakil presiden. Amar putusan DKPP itu menyatakan bahwa Ketua KPU Hasyim Asy'ari dan seluruh anggotanya melanggar etik karena menerima pencalonan Prabowo dan Gibran.
Ketua DKPP Heddy Lugito kemudian menyahuti, "peringatan keras."
Arief lantas menjawab bahwa sanksi peringatan keras terakhir harusnya menjadi yang terakhir. Sehingga tidak bisa dijatuhkan berkali-kali.
Seperti diketahui, Ketua KPU Hasyim Asy'ari sempat dijatuhi sanksi oleh DKPP berupa peringatan keras terakhir. Menurut catatan Tempo, Hasyim telah dijatuhi sebanyak tiga kali pada 2022-2023.
"Jangan (peringatan) keras terus, terakhir-terakhir terus, sampai enggak selesai-selesai. Itu agar bisa dijelaskan kepada kami," ujar Arief.
Heddy kemudian menanggapi pernyataan Arief tersebut. Dalam memutuskan perkara, dia menuturkan, DKPP fokus pada pelanggaran etik yang diadukan.
"Jadi berapa besar derajat pelanggaran etik perkara itulah kami lakukan hukuman, putusan atau sanksi sesuai dengan derajat yang diadukan dan bukti-bukti yang terungkap di persidangan," beber Heddy.
Dia memaparkan, tidak semua pengaduan yang diterima DKPP akan diberikan sanksi. Contohnya dari 322 pengaduan di tahun 2023, kata dia, banyak yang direhabilitasi karena tidak terbukti.
"Dan sejauh ini hampir semua putusan DKPP dilaksanakan, mulai dari putusan yang sifatnya peringatan, peringatan keras, bahkan pemberhentian," tutur Heddy.
Pilihan Editor: Alasan Mensos Risma Tak Mengusulkan BLT El Nino Ketika Ditanya Ketua MK