TEMPO.CO, Jakarta - Hari ini tepat 194 tahun silam, menjadi hari ditangkapnya salah seorang pahlawan nasional dari tanah Jawa, yakni Pangeran Diponegoro oleh Belanda di Magelang. Penangkapan itu terjadi ketika Pangeran Diponegoro memenuhi undangan Jenderal De Kock dengan mendatangi rumah Residen Kedu di Magelang. Namun, secara licik De Kock justru malah memanfaatkan momen itu untuk menangkap Pangeran Diponegoro.
Pangeran Diponegoro ketika itu bersedia menyerahkan diri dengan syarat sisa anggota laskarnya yang tersisa dibebaskan. Setelah ditangkap, dia kemudian diasingkan ke Manado sebelum akhirnya meninggal di di Benteng Rotterdam, Makassar pada 8 Januari 1855.
Sebelum ditangkap dan diasingkan, Pangeran Diponegoro melakukan perlawanan terhadap Belanda, karena tidak setuju dengan campur tangan Belanda terhadap urusan internal keraton Yogyakarta dan pemasangan patok di tanah pribadi. Pada 1821 petani lokal menderita akibat penyalahgunaan penyewaan tanah oleh Belanda, Inggris, Prancis, dan Jerman. Namun, penguasa Hinda Belanda saat itu Van Der Capellen menetapkan dekrit bahwa semua tanah yang disewa harus dikembalikan dengan syarat, pemilik lahan memberikan kompensasi terhadap penyewa.
Hal ini membuat Pangeran Diponegoro semakin bertekad untuk melakukan perlawanan. Tak hanya sampai di situ, atas perintah Belanda, Patih Danureja memasang tonggak-tonggak untuk membuat rel kereta api yang melewati makam leluhurnya.
Pada 20 Juli 1825, Pangeran Diponegoro dan Mangkubumi diserang di Tegalrejo sebelum perang pecah. Rumah Diponegoro dibakar, tetapi pangeran dan sebagian besar pengikutnya berhasil meloloskan diri dengan bergerak ke arah barat melewati Desa Dekso di Kabupaten Kulonprogo. Mereka melakukan perjalanan hingga tiba di Goa Selarong yang terletak lima kilo meter arah barat Kota Bantul.
Goa tersebut dijadikan sebagai basis Pangeran Diponegoro. Selain goa tersebut, Goa Kakung yang terletak dibagian barat dijadikan tempat pertapaannya. Belanda kembali melakukan penyerangan terhadap Diponegoro pada 1827 dengan menggunakan sistem benteng sehingga pasukan Diponegoro terjepit. Perlahan orang-orang Pangeran ditangkap. Pada 1829, Kyai Mojo pemimpin spiritual pemberontakan ditangkap disusul Pangeran Mangkubumi dan panglima Alibasah Sentot Prawirodirjo yang menyerah kepada Belanda.
Perang Diponegoro yang menghabiskan waktu selama 5 tahun mulai 1825 hingga 1830 ini menelan korban sebanyak 200.000 jiwa penduduk Jawa. Sedangkan pasukan Belanda menjadi korban perang besar yang digerakkan Pangeran Diponegoro ini mencapai 8.000 jiwa.
HATTA MUARABAGJA | YOLANDA AGNE | RACHEL FARAHDIBA REGAR
Pilihan editor: 200 Tahun Sultan Hamengku Buwono IV Mangkat, Begini Kedekatannya dengan Pangeran Diponegoro