TEMPO.CO, Jakarta - Tim hukum TPN Ganjar-Mahfud resmi mendaftarkan gugatan permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum atau PHPU ke Mahkamah Konstitusi (MK), Sabtu, 23 Maret 2024. Salah satu tuntutannya, mereka meminta pasangan calon nomor urut 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka didiskualifikasi.
“Kami meminta pasangan calon nomor urut 02 didiskualifikasi,” kata Ketua Kedeputian Hukum TPN Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis di Gedung MK.
Hal ini lantaran, kata Todung, dalam proses pencalonan Gibran sebagai calon wakil presiden Prabowo ditengarai dilakukan dengan menabrak konstitusi yang ada. Selain itu juga terindikasi melanggar hukum dan etika sebagaimana putusan yang disampaikan Majelis Kehormatan MK (MKMK) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Lantas apa itu diskualifikasi?
Menurut KBBI, diskualifikasi merupakan istilah yang biasanya digunakan dalam olahraga. Kata ini memiliki makna arangan turut bertanding bagi seseorang atau sebuah regu karena melanggar peraturan pertandingan. Selain itu, diskualifikasi juga diartikan sebagai pencabutan hak maupun hal tidak memenuhi syarat akibat kelainan atau cacat pada tubuhnya.
Dalam perundang-undangan Pemilu, tidak ditemukan istilah diskualifikasi. Namun pemaknaan serupa dapat ditemukan dalam Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu yakni “pembatalan” sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 286 ayat (2). Beleid ini mengatur tentang sanksi jika melanggar larangan yang disebutkan dalam ayat (1).
Adapun ayat (1) Pasal ini menjelaskan tentang larangan kandidat menjanjikan dan atau memberikan uang atau materi lainnya untuk memengaruhi penyelenggara Pemilu dan/atau Pemilih. Lalu ayat (2) menerangkan, jika terbukti melakukan pelanggaran, berdasarkan rekomendasi Bawaslu dikenai sanksi administratif pembatalan sebagai kandidat.
Istilah pembatalan alias diskualifikasi juga muncul pada Pasal 463 ayat (4) yang menjelaskan tentang sanksi bagi kandidat yang melakukan pelanggaran administratif Pemilu. Pelanggaran jenis ini dituangkan dalam Pasal 460 ayat (1) meliputi pelanggaran terhadap tata cara prosedur yang berkaitan dengan administrasi pelaksanaan Pemilu dalam setiap tahapan penyelenggaraan.
Dalam hal terjadi pelanggaran administratif Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 460 yang terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif, Pasal 463 ayat (1) menerangkan Bawaslu menerima, memeriksa, dan merekomendasikan pelanggaran administratif Pemilu dalam waktu paling lama 14 hari kerja. Pasal 463 ayat (4) menjelaskan keputusan KPU dapat berupa sanksi administratif pembatalan kandidat.
Penerapan pasal 463 ayat (1) ihwal terjadi pelanggaran administratif secara terstruktur, sistematis, dan masif, kemudian diatur lebih lanjut dalam Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Perbawaslu) Nomor 8 Tahun 2018. Beleid ini menjelaskan bahwa diterimanya laporan dugaan pelanggaran administratif pemilu terstruktur, sistematism dan masif atau TSM harus memenuhi syarat formil dan materiil.
Berikut syarat yang harus dipenuhi untuk mendiskualifikasi salah satu peserta Pilpres akibat pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif.
1. Terpenuhi syarat formil dan materiil
Syarat formil terdiri dari identitas pelapor. Sedangkan syarat materiil harus memuat objek pelanggaran yang dilaporkan dan hal yang diminta untuk diputuskan. Objek pelanggaran yang dilaporkan terdiri dari waktu peristiwa, tempat peristiwa, saksi, bukti lainnya serta riwayat uraian peristiwa.
2. Alat bukti yang menunjukkan pelanggaran sedikitnya 50 persen lokasi pemilihan
Dalam syarat materiil, laporan dugaan pelanggaran administrasi pemilu TSM paling sedikit disertai dua alat bukti dengan ketentuan pelanggaran terjadi paling sedikit 50 persen dari jumlah daerah yang menjadi lokasi pemilihan. Alat bukti yang dimaksud yaitu, keterangan saksi, surat dan tulisan, petunjuk, dokumen elektronik, keterangan pelapor atau keterangan terlapor dalam sidang pemeriksaan dan keterangan ahli.
3. Alat bukti berupa keterangan saksi yang membuktikan pelanggaran bersifat TSM
Alat bukti keterangan saksi adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang yang melihat, mendengar secara langsung atau mengalami peristiwa pelanggaran administrasi pemilu TSM. Bukti keterangan saksi dapat ditunjukkan dan dilampirkan dalam bentuk salinan oleh Pengawas Pemilu dalam pemeriksaan atas permintaan majelis pemeriksa.
4. Alat bukti berupa dokumen
Selanjutnya, alat bukti berupa surat atau tulisan terdiri dari dokumen hasil pengawasan pemilu, dokumen tertulis lainnya yang relevan dengan fakta. Alat bukti petunjuk merupakan perbuatan, kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan pelanggaran itu sendiri, menandakan telah terjadi pelanggaran administratif pemilu TSM.
Yang dimaksud dengan alat bukti dokumen elektronik yaitu setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, atau didengar melalui komputer atau sistem elektronik. Termasuk tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi.
5. Alat bukti berupa keterangan pelapor, terlapor, dan ahli
Alat bukti selanjutnya berupa bukti keterangan pelapor dan terlapor yang disampaikan secara langsung atau melalui kuasanya dalam sidang pemeriksaan laporan Pelanggaran Administratif Pemilu atau Pelanggaran Administratif Pemilu TSM. Bukti terakhir yakni keterangan ahli yang merupakan keterangan yang disampaikan oleh seseorang sesuai dengan kompetensi dan keahliannya dalam sidang pemeriksaan.
6. Laporan paling lambat tujuh hari sejak terjadinya pelanggaran
Laporan dugaan pelanggaran administratif pemilu TSM harus disampaikan paling lama 7 hari kerja sejak diketahui terjadinya dugaan pelanggaran administratif pemilu TSM. Jika melewati batas waktu, maka laporan tersebut tidak dapat diterima.
HENDRIK KHOIRUL MUHID | ANDI ADAM FATURAHMAN | IRSYAN HASYIM
Pilihan Editor: Resmi Ajukan PHPU di MK, TPN Ganjar-Mahfud Minta Prabowo-Gibran Didiskualifikasi