TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat atau ELSAM menilai kemenangan Prabowo Subianto di Pemilu 2024 bisa menjadi gong yang mengakhiri agenda-agenda strategis untuk mengungkapkan kebenaran dalam kasus pelanggaran HAM.
“Berbagai agenda strategis untuk pengungkapan kebenaran, yang semestinya dapat dirampungkan sebagai bagian dari proses transisi demokrasi, sepertinya berakhir seiring penetapan hasil Pemilu 2024,” kata Direktur Eksekutif ELSAM Wahyudi Djafar melalui keterangan tertulis pada Ahad, 24 Maret 2024.
Wahyudi mengatakan pengungkapan kebenaran atas berbagai kejahatan HAM masa lalu merupakan salah satu agenda reformasi 1998. Hal tersebut terus diupayakan salah satunya melalui UU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Sayangnya, UU tersebut baru seumur jagung saat dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2006.
“Upaya untuk membentuk kembali UU KKR, sebagaimana diperintahkan MK, selalu gagal dalam 4 periode pemerintahan pasca-reformasi,” ucap Wahyudi. Bahkan, dia mengungkapkan upaya itu justru dikerdilkan dengan pembentukan Tim Penyelesaian Pelanggaran HAM yang Berat Melalui Mekanisme Non-Yudisial (Tim PPHAM) yang dibentuk Presiden Joko Widodo.
Meski sulit, Wahyudi mengatakan upaya pengungkapan kebenaran terus berlangsung. Salah satunya saat Tim PPHAM, dengan wewenang yang begitu terbatas, mengakui adanya distorsi sejarah akibat peristiwa pelanggaran HAM, sehingga dibutuhkan penulisan narasi sejarah baru Indonesia.
Wahyudi pun mengatakan laporan Tim PPHAM itu seharusnya ditindaklanjuti dengan berbagai upaya lain.
“Diperlukan sejumlah langkah lain, yang mesti disiapkan secara sistematik oleh negara, seperti memorialisasi (pembangunan monumen), pembaruan dan pembangunan museum, juga perubahan kurikulum pendidikan sejarah,” ujar Wahyudi saat memperingati “International Day for the Right to the Truth concerning Gross Human Rights Violations and for the Dignity of Victims”. Hari yang juga dikenal sebagai Hari Kebenaran Internasional itu diperingati pada 24 Maret setiap tahunnya.
Namun, kata Wahyudi, hasil Pemilu 2024 telah meruntuhkan segala upaya konsolidasi tersebut. Menurutnya, tembok demarkasi antara masa lalu, khususnya masa Orde Baru yang dipenuhi impunitas, dengan upaya penyelesaian pelanggaran HAM di masa reformasi telah hancur. Hal tersebut ditandai dengan kemenangan Prabowo sebagai kandidat yang diduga menjadi bagian yang terlibat pelanggaran HAM.
Wahyudi menyampaikan pengungkapan kebenaran pelanggaran HAM masa lalu di Indonesia akan semakin sulit saat dihadapkan dengan kenyataan tersebut. Padahal, kata dia, hal tersebut penting untuk mencegah terjadinya kejadian serupa. “Mengungkapkan kebenaran pelanggaran HAM masa lalu dapat membantu pencegahan pelanggaran HAM di masa depan,” kata Wahyudi mengutip mantan Sekjen PBB Ban Ki-moon.
Menurut Wahyudi, negara punya kewajiban memenuhi hak setiap orang untuk mengetahui tentang peristiwa di masa lalu, khususnya yang berkenaan dengan tindak kejahatan keji oleh negara. Hal itulah yang dia anggap akan semakin jauh dari masyarakat Indonesia di masa pemerintahan Prabowo Subianto.
Pilihan Editor: Kini Siap Kerja Sama, Mengapa AS Dulu Mencekal Prabowo?