TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB), Abdullah Azwar Anas, mengatakan pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang membahas manajemen aparatur sipil negara (ASN) telah mendekati hasil akhir. Salah satu hal yang dibahas adalah jabatan ASN bisa diisi oleh prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan personel Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).
Rencana yang dianggap akan mengembalikan Dwifungsi ABRI zaman Orde Baru tersebut mendapat kritikan dari pengamat militer dan organisasi masyarakat sipil. Apa saja kritik mereka?
Pengamat Militer
Pengamat militer Aris Santoso mengkritik rencana pemerintah yang memperbolehkan jabatan sipil di instansi pusat diisi anggota TNI dan Polri. Menurut dia, rencana itu bisa mengakibatkan dominasi perwira TNI/Polri yang mengisi pos sipil.
"Mengapa harus diberikan kepada perwira TNI? Ini dikhawatirkan akan ada aliran besar perwira TNI mengisi pos sipil, mengingat di TNI, khususnya AD ada surplus kolonel dan Brigjen," ujar Aris dalam keterangannya kepada Tempo pada Kamis, 14 Maret 2024.
Ia menilai rencana ini akan menghadirkan kompetisi antara ASN dengan TNI/Polri. Kompetisi ini, kata Aris, justu mengkhawatirkan karena biasanya kandidat dari militer akan lebih sering dimenangkan daripada kandidat ASN. "Mengingat setiap rezim selalu bersikap ramah secara politik kepada TNI. Ini juga merupakan indikasi posisi tawar TNI AD masih kuat," ucap dia.
Institute for Security and Strategic Studies (ISESS)
Co-founder ISESS Khairul Fahmi mengaku tak terkejut dengan rencaan kebijakan yang memuluskan penempatan prajurit TNI-Polri di jabatan sipil. Ia mencontohkan pengangkatan Brigadir Jenderal TNI Ario Prawiseso sebagai Staf Khusus Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Bidang Pengamanan Destinasi Wisata dan Isu-isu Strategis.
Dikutip dari Koran Tempo edisi Sabtu, 16 Maret 2024, Fahmi menilai jabatan tersebut tak ada hubungannya dengan kompetensi Ario di militer. “Itu jelas tak ada hubungannya,” kata Khairul, Jum’at 15 Maret 2024. Ia juga menjelaskan bahwa di masa kepemimpinana Jokowi banyak prajurit TNI aktif yang ditempatkan di kementerian yang tak memiliki fungsi pertahanan.
Menurut dia, penempatan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang TNI Pasal 47 ayat 2. UU TNI mengatur bahwa prajurit TNI aktif dapat menduduki jabatan pada kantor yang membidangi koordinator bidang politik dan kemanan negara, pertahanan negara, sekretaris militer presiden, intelijen negara, sandi negara, lembaga ketahanan nasional, serta Mahkama Agung.
Imparsial
Imparsial mengkritik rencana pemerintah mengesahkan Peraturan Pemerintah tentang Manajemen ASN. Sebab, aturan pelaksana dari revisi UU ASN itu juga membahas jabatan ASN yang bisa diisi oleh prajurit TNI dan personel Polri serta sebaliknya.
"Kami memandang bahwa, jika pengaturan teknis tentang penempatan TNI dan Polri aktif benar diakomodasi dalam PP tersebut, jelas hal itu akan mengancam demokrasi karena melegalisasi kembalinya praktik dwifungsi ABRI seperti pada masa otoritarian Orde Baru," kata Direktur Imparsial Gufron Mabruri melalui keterangan tertulis, Kamis, 14 Maret 2024.
Gufron menuturkan TNI merupakan alat pertahanan negara yang bertugas menghadapi ancaman perang, sedangkan Polri bertugas menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat dan penegakan hukum. Menurut dia, kedua lembaga itu sepatutnya dan seharusnya tidak terlibat dalam kegiatan politik dan menduduki jabatan-jabatan sipil karena itu bukan fungsi dan kompetensinya.
SAPTO YUNUS | ANDIKA DWI | YOHANES MAHARSO JOHARSOYO
Pilihan Editor: Sri Mulyani Jelaskan Pencairan THR Lebaran ASN