TEMPO.CO, Jakarta - Rencana pemerintah mengizinkan jabatan Aparatur Sipil Negara (ASN) dapat diisi oleh prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan personel Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), serta sebaliknya, menuai sorotan.
Adapun rencana pemerintah ini sebelumnya disampaikan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Abdullah Azwar Anas.
Dia mengatakan pembahasan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang membahas manajemen ASN sebagai aturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN sudah 100 persen terpenuhi.
Anas mengklaim aspek-aspek substansi dalam aturan tersebut beleid yang ditargetkan rampung pada akhir April 2024 itu diharapkan bisa implementatif dan merangkul talenta terbaik bangsa untuk menjadi bagian dari reformasi birokrasi dan pelaksanaan pembangunan nasional.
“RPP ini harus bisa transformatif dan tentunya implementatif di lapangan sebagaimana arahan Bapak Presiden (Joko Widodo atau Jokowi). Setelah 100 persen aspek terpenuhi, targetnya pada 30 April 2024 sudah ditetapkan,” kata Anas, Senin, 11 Maret 2024, seperti dikutip dari laman Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
“Tentu aturan ini bersifat resiprokal dan bakal diseleksi ketat, serta disesuaikan dengan kebutuhan instansi yang bersangkutan dengan mekanisme manajemen talenta. Kita akan memperoleh talenta terbaik dari TNI/Polri dan mereka pun mendapatkan ASN terbaik,” ujar Anas.
Berpotensi didominasi perwira TNI-Polri
Melansir Tempo, pengamat Militer Aris Santoso mengkritik rencana pemerintah yang bakal memperbolehkan jabatan sipil di instansi pusat diisi anggota TNI dan Polri. Menurut dia, rencana itu bisa mengakibatkan dominasi perwira TNI-Polri yang mengisi pos sipil.
"Mengapa harus diberikan kepada perwira TNI? Ini dikhawatirkan akan ada aliran besar perwira TNI mengisi pos sipil, mengingat di TNI, khususnya AD ada surplus kolonel dan Brigjen," ujar Aris dalam keterangannya kepada Tempo pada Kamis, 14 Maret 2024.
Aris menilai, rencana ini berpotensi juga menghadirkan kompetisi antara ASN dengan TNI-Polri. Kompetisi ini, kata Aris, justu mengkhawatirkan karena biasanya kandidat dari militer akan lebih sering memenangkannya ketimbang kandidat ASN.
"Mengingat setiap rezim selalu bersikap ramah secara politik kepada TNI. Ini juga merupakan indikasi posisi tawar TNI AD masih kuat," ucap dia.
Aris menilai, sebenarnya ASN memiliki kompetensi dan latar pendidikan yang cukup untuk mengisi berbagai posisi penting di pemerintahan. Karena itu, Aris menyarankan, sebaiknya jabatan sipil tidak diisi oleh TNI-Polri dan diberikan ke ASN.
Adapun peluang TNI-Polri mengisi jabatan sipil di instansi pusat akan diatur dalam Peraturan Pemerintah mengenai manajemen ASN yang saat ini masih digodok.
Aturan itu nantinya memiliki 22 bab yang terdiri dari 305 pasal. Substansi yang dibahas diantaranya adalah pengembangan kompetensi, perencanaan kebutuhan, pengadaan ASN, digitalisasi, hingga hak dan kewajiban ASN.
YOHANES MAHARSO JOHARSOYO
Pilihan Editor: Pengamat Kritik Rencana Pemerintah Izinkan TNI-Polri Isi Jabatan ASN